Bhikkhuṇī Mahāpajāpatī Gotami
Unggul dalam Masa Tahbis
Saat di Vesālī, Bhagavā mendapat kabar bahwa ayah-Nya wafat. Bhagavā pun pulang ke Kapilavatthu. Raja Suddhodana meninggal sebagai Arahanta. Setelah Raja Suddhodana meninggal, ibu tiri Bhagavā, Ratu Mahāpajāpatī Gotamī menemui-Nya. Ia meminta ditahbis menjadi bhikkhuṇī, namun Bhagavā menolaknya. Tiga kali ia mengajukan hal yang sama, namun Bhagavā menolaknya karena kehidupan tanpa-rumah sangatlah berat untuk perempuan.
Setelah Bhagavā kembali ke Vesālī, Ratu mencukur rambutnya dan mengenakan jubah kuning. Bersama sejumlah perempuan Sākiya, mereka menyusul Bhagavā ke Vesālī. Tanpa alas kaki, mereka menempuh ratusan kilometer jalan berdebu dan kasar. Akhirnya mereka tiba di wihara di Mahāvana, dengan bercucuran air mata dan tubuh penuh debu.
Saat itu Bhikkhu Ānanda melihat mereka, Ratu Mahāpajāpatī pun menjelaskan tujuannya. Bhikkhu Ānanda lalu menemui Bhagavā dan menjelaskan yang terjadi. Setelah mempertimbangan berbagai hal, akhirnya Bhagavā menerima para perempuan Sākiya itu menjadi bhikkhuṇī. Saṅgha bhikkhuṇī pun terbentuk. Bhikkhuṇī Mahāpajāpatī dan para bhikkhuṇī Sākiya berlatih keras dan akhirnya mencapai kesucian tertinggi, Arahatta.
Di antara siswi bhikkhuṇī, Mahāpajāpatī adalah yang paling senior. Sebelum wafat pada umur 120 tahun, ia pamit kepada Bhagavā dengan menunjukkan mukjizat. Para bhikkhuṇī pengiringnya juga wafat pada hari yang sama.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar