Bhikkhuṇī Bhaddā Kāpilānī
Unggul dalam Mengingat Kehidupan Lampau
Suamiku adalah Pipphali. Kami menikah karena dijodohkan. Sejak lama aku dan Pipphali ingin menjadi petapa. Karenanya, meski menikah kami berhubungan selayaknya kakak-adik. Suatu saat, kami memutuskan menjadi petapa. Dalam perjalanan, kami sepakat untuk berpisah. Pipphali kemudian dikenal sebagai Bhikkhu Mahākassapa.
Dalam perjalanan, aku sempat menetap di wihara petapa lain. Lima tahun kemudian, aku bertemu Bhikkhuṇī Mahāpajāpatī Gotamī. Aku lalu menjadi bhikkhuni dan tak lama kemudian menjadi Arahanta.
Suatu ketika, setelah melewati musim hujan di Saketa, aku mengirim pesan kepada Bhikkhuṇī Thullanandā, “Jika Bhikkhuṇī Thullanandā bersedia, aku ingin tinggal di Sāvatthi.” Bhikkhuṇī Thullanandā pun mengizinkannya.
Karena pandai mengajar Dhamma, banyak penduduk datang mengunjungiku. Setelah mengunjungi aku, mereka juga mengunjungi Bhikkhuṇī Thullanandā yang juga piawai mengajar. Tapi Bhikkhuṇī Thullanandā kesal dan iri karena mereka baru mengunjunginya setelah mengunjungiku. Ia lalu mengusirku.
Para bhikkhuṇī melaporkan hal ini kepada Bhagavā. Bhagavā lalu menyatakan bahwa bhikkhuṇī yang dengan sengaja mengganggu bhikkhuni lain, berarti telah melakukan pelanggaran dan harus melakukan pengakuan.
Aku mampu melihat banyak kehidupan lampauku dan orang lain. Aku menyadari bahwa aku bisa menjadi Arahanta berkat himpunan kebajikanku pada banyak kehidupan.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar