Serial Trio Vihara
*********************************************************************************************
Vivi Muditavati, gadis manis berbadan gempal, berbakat jadi pemimpin, tempat curhat kedua teman akrabnya, ia anak yatim piatu. Hani Filianti, agak tomboy, paling rame, selalu jadi penyegar suasana, sering muncul dengan ide brilian, tapi kadang idenya konyol. Rara Dewi, suka traveling, doyan jajan, agak penakut, dan setia kawan. Vivi, Hani, dan Rara adalah aktivis Sekolah Minggu Buddhis (SMB), mereka bertiga sangat kompak, teman-teman di vihara menyebut mereka Trio Vihara.
*********************************************************************************************
“Praaang …” seketika Vivi menoleh ke arah asal suara.
Mata Vivi tertuju pada bingkai yang berisi foto perpisahan masa SMA yang sudah
berada di lantai. Vivi menghampiri bingkai foto yang terjatuh itu, mengangkat foto
dan bingkainya, kemudian membereskan pecahan kaca. Vivi menemukan paku di
antara pecahan kaca itu. Hmmm … pakunya copot.
Duduk santai di kasurnya, Vivi memandangi foto
teman-teman sekelasnya. Dipandanginya satu per satu wajah temannya. Bagai film
yang diputar di bioskop, satu per satu kenangan bersama teman-teman Vivi
melintas di benaknya. Vivi seolah dibawa ke masa lalu. Cerita lucu, kisah
sedih, sampai aksi konyol bersama teman sekelasnya kembali terkenang. “Aku
kangen kalian,” batin Vivi.
* * * * * * * * * * *
Sabtu, 11 Mei 2024 sebuah pesan masuk ke WA Vivi. “Namo Buddhaya Vivi, apa kabar?” Tidak ada nama pengirim pesan, hanya ada nomor ponsel tertera di sana. Itu artinya nomor pengirim pesan tidak ada di daftar kontak Vivi. Foto profil pun tak ada. “Hmmm … siapa ini?” pikir Vivi.
“Namo Buddhaya, ini siapa ya?” tanya Vivi. “Ayo tebak,
ini siapa?” balasan WA yang masuk. Vivi sebenarnya kurang tertarik dengan pesan
dari orang tak dikenal itu. Terlebih sekarang banyak WA berisi penipuan dengan
modus yang beragam.
“Ini dengan siapa? Dapat nomor saya dari mana?” Kalau nggak dijawab, saya blokir nih!” jawab Vivi
agak ketus. “Duh … Dita, kamu galak banget,”
jawabnya.
Pikiran Vivi segera melayang ke sosok Ratna yang biasa
disapa Nana, teman SMP-nya. “Pasti ini Nana. Soalnya hanya dia yang menyapa
Vivi dengan nama Dita, dari Muditavati, nama belakang Vivi,” tebak Vivi.
Vivi dan Nana tidak satu sekolah saat SMA. Nana
sekeluarga pindah ke luar kota. Mereka sempat berkomunikasi setelah kepindahan
Nana, setelah itu Vivi kehilangan kontak dengan Nana. Saat Vivi hubungi, nomor
Nana sudah tidak aktif. Vivi pernah mencarinya di medsos tapi tidak ketemu.
“Nana, ke mana aja
selama ini? Kamu Nana ‘kan?” pancing Vivi. “Iiih kok kamu tau sih?” jawabnya. Langsung saja Vivi video call ke Nana. Hampir satu jam mereka video call, melepas rasa kangen.
Selesai mandi, Vivi masih betah di kamarnya. Tidak ada rencana ke mana-mana. Vivi masih terngiang-ngiang dengan cerita Nana saat video call tadi. Sabtu depan, 18 Mei 2024 Nana akan datang ke Bandung. Nana izin nginap di tempat kost Vivi. Itu bukan masalah, asal izin dengan Bu Noni, keluarga pemilik kost yang juga tinggal di sana, harusnya tidak jadi masalah. Kasih uang lebih sedikit untuk bantu bayar listrik dan air, tentu nggak akan jadi masalah.
Nana akan berada di Bandung hingga Sabtu, 25 Mei 2024.
Vivi dan Nana punya waktu panjang untuk ngobrol.
Artinya saat Waisak, 23 Mei 2024 nanti, Nana bisa ikut ke vihara untuk
merayakan Waisak.
Semula video
call jadi ajang kangen-kangenan karena lama tak bertemu, tapi akhirnya Nana
malah jadi curhat. Nana menceritakan
masalah yang dihadapinya. Masalah cinta, problem umum yang dihadapi remaja
seusia mereka. Nana dan pacarnya saling cinta, hanya saja perbedaaan keyakinan
yang jadi masalahnya.
Saling cinta, tapi keduanya sama-sama bertahan dengan
keyakinannya. Di Indonesia, negara tidak dapat meresmikan pasangan yang berbeda
keyakinan dalam ikatan pernikahan. Harus ada salah satu pihak yang mengalah.
Apa solusinya???
* *
* * *
* * *
* * *
Problem Nana, pacaran beda keyakinan sudah selesai.
Iya, secara teori sudah selesai. Solusinya hanya berpisah karena memang
keduanya tetap tak ada yang mau mengalah. Hanya saja perlu ada sahabat yang
selalu menemani Nana menjalani hari-hari sedihnya setelah keputusan untuk
berpisah.
“Nana, kamu harus kuat. Ini keputusan terbaik. Tidak
ada keluarga yang tersakiti, tidak ada keluarga yang harus “kehilangan” anggota
keluarga karena berpindah keyakinan. Hanya kalian berdua yang harus kuatkan
hati menghadapi perpisahan ini. Aku akan selalu ada untukmu. Selalu siap
mendengar curhat-mu, kapan pun itu,”
pesan Vivi setelah mereka ngobrol
panjang.
Mata Nana masih sembap karena menangis. “Terima kasih
Vivi, kamu sahabat terbaikku,” ucap Nana sambil memeluk sahabatnya.
* *
* * *
* * *
* * *
Kamis, 23 Mei 2024 pagi, cuaca cerah. Hari ini hari
Trisuci Waisak. Vivi dan Nana berangkat bareng ke vihara. Hani dan Rara pasti
tak sabar untuk bertemu Nana. Vivi sudah cerita kepada Hani dan Rara tentang
Nana, juga segala problemnya.
Wajah Nana tampak lebih ceria daripada saat pertama
bertemu Vivi. Terkadang kita tidak butuh nasihat panjang lebar, kita hanya
butuh seseorang yang mau meminjamkan telinga untuk mendengar semua keluhan kita
dengan rasa penuh empati. Nana beruntung memiliki sahabat seperti Vivi, selain
mau mendengarkan curhat-nya, Vivi juga
memberi solusi yang menenteramkan hati, tidak menggurui.
Hari ini, untuk pertama kalinya Nana kembali
menginjakkan kakinya ke vihara. Setelah sekian lama Nana tidak lagi ikut
pujabakti di vihara. Nana hanya membaca paritta
sendiri di rumah. Terlalu banyak suara-suara sumbang menggunjingkan dirinya
yang memiliki pacar beda keyakinan. Karena itu, Nana memilih menghindar saja.
“Iya, aku salah, tapi tidak sepenuhnya salahku. Cinta
itu datang perlahan tanpa aku sadari. Kami sering bertemu, ngobrol dan cerita-cerita tentang apa saja. Dia memang teman asyik
untuk cerita. Rasa itu datang begitu saja. Aku jadi ingat pepatah bahasa Jawa, “Witing tresno jalaran soko kulino”,
cinta tumbuh karena terbiasa. Terbiasa atau sering bertemu, jadi muncul rasa
cinta,” curhat Nana waktu itu.
Note: Selamat merayakan Hari Trisuci Waisak teman-teman pembaca Buletin KCBI.
Dikutip dari Buletin KCBI edisi Mei 2024 halaman 20/21 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).
0 komentar:
Posting Komentar