Berkunjung ke SMB Cetiya Sasana Dhamma, Kec. Periuk, Kota Tangerang

Adik-adik, kali ini kita berkenalan dengan teman-teman kita di SMB (Sekolah Minggu Buddhis) Cetiya Sasana Dhamma, Tangerang. SMB di sini bernama SMB Katanu Katavedi.

Saat ini siswa SMB Katanu Katavedi berjumlah 28 orang, terdiri dari: siswa pra sekolah = 3 anak, TK: 2 anak, SD: 20 anak, SMP: 3 anak, dan SMA: 6 anak. 

SMB ini diasuh oleh 6 orang Cici Koko yakni: Darren, Angel, Yolita, Yorin, Hanny, dan Arum. Saat ini SMB diketuai oleh Darren. Oh iya, SMB berlangsung setiap hari Minggu pukul 09.30 WIB.

Cetiya ini berlokasi di  Jl. Kampung Bayur No. 30, RT 003 RW 004 Periuk Jaya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang 15131, Provinsi Banten.

Seperti biasa, umat Buddha datang ke vihara atau cetiya pada hari Minggu untuk mengikuti pujabakti. Orang dewasa mengikuti pujabakti dan anak-anak mengikuti Sekolah Minggu Buddhis (SMB).

Bekal Dhamma memang seharusnya diberikan kepada anak-anak Buddhis sejak usia dini. Di sinilah seharusnya peran orangtua Buddhis dalam memberikan fondasi keyakinan kepada anak-anak mereka.

Anak-anak akan diberikan pengetahuan Dhamma dengan cara yang menyenangkan, diselingi permainan, lagu, atau terkadang menyaksikan film. Selain mendapatkan pengetahuan Dhamma, anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi. 

Kamu seorang Buddhis tapi belum pernah ikut SMB? Ayo minta orangtuamu untuk mengantarkan kamu ikut SMB yang ada di kotamu. Cici Koko (Kakak Pembina SMB) akan menyambut gembira kedatanganmu.

Selain mengenal Dhamma, belajar aneka ketrampilan, dan mendapatkan banyak teman, setelah acara SMB selesai, anak-anak biasanya akan mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas atau dari sumbangan donatur

Ayo adik-adik, kita harus terus bersemangat belajar Dhamma. (Dedi Susanto). 

 

Untuk memperbesar tampilan foto, silakan klik fotonya.

Anak-anak SMB Cetiya Sasana Dhamma, Jl. Kampung Bayur, Periuk Jaya, Kec. Periuk, Kota Tangerang, Banten (Minggu, 28 Januari 2024)

 

Pujabakti di Cetiya Sasana Dhamma, Kota Tangerang, Banten (Sabtu, 27 Januari 2024)

Cerpen Buddhis: Mengenangmu ....

Jaya Ratana


Jalan raya di depanku tampak mulai ramai. Aku duduk sendiri di bangku berbahan semen yang disediakan untuk mereka yang menunggu angkot, angkutan kota. Aku bukan sedang menunggu angkot, aku baru saja turun dari ojol. Duduk sendiri menunggu mal buka. Mungkin masih sekitar 1 jam lagi mal baru buka. Aku memang datang agak kepagian, meski aku sudah tau mal belum buka.

Fajar yang dingin membangunkanku. Di luar kamar masih terdengar rintik air hujan. Aku segera bangun, mandi, dan bergegas akan pergi. Sandra, sepupuku membuka pintu kamarnya ketika aku pamit. Tampaknya Sandra masih belum sadar sepenuhnya. “Henny, mal belum buka sepagi ini,” Sandra mengingatkanku. “Sekalian mau jalan-jalan dulu menikmati udara pagi,” jawabku.

Hmmm … aku tidak jujur kepada Sandra. Tidurku tak nyenyak. Aku ingin segera sampai ke mal ini. Untuk apa? Hanya untuk napak tilas perjalananku dengan Dita, sahabat terbaikku. Di sini, di mal inilah kami berkenalan. Di sinilah kami sering menghabiskan waktu sepulang dari pujabakti di vihāra.

Waktu itu kami secara tak sengaja ‘bertabrakan’ saat sedang berjalan di dalam mal. Setelah saling mengucap kata, “Maaf,’ kami baru menyadari, ternyata kami satu vihāra. Kami saling mengenal wajah tapi tak pernah berkenalan secara langsung sehingga kami tak saling kenal nama. Dulu, dalam hati aku ingin sekali berkenalan, tapi aku tak pernah memulainya.

Singkat kata, sejak insiden kecil tak disengaja itu, kami berkenalan dan akhirnya akrab. Setiap selesai pujabakti di vihāra, kami berjalan kaki menuju mal ini. Vihāra tempat kami pujabakti memang sangat dekat dengan mal ini, salah satu mal tertua di kota ini.

Iya, sejak saat itu aku dan Dita jadi sahabat. Kami sama-sama orang perantauan. Aku kuliah di kota ini, Dita bekerja di kota ini. Dita berasal dari Bekasi, aku dari Palembang. Umur kami sama.

Kami seperti tak terpisahkan. Entah mengapa, meski belum lama mengenalnya, aku cepat akrab dengannya. Kami seperti teman lama yang baru bertemu lagi. Dita pun merasakan hal yang sama. Mungkinkah di kehidupan lampau kami memang bersahabat? Mungkin saja kami sahabat, saudara kandung, atau anak dan orang tua, nggak ada yang tau.
 
Dita langsung bekerja setelah menyelesaikan SMA-nya. Aku kuliah di kota yang sama. Sejak kenal dengan Dita, aku lebih ceria. Sebenarnya aku pendiam dan introvert, akhirnya punya sahabat yang jadi teman untuk berbagi cerita dan curhat. Kami punya satu kesamaan, sama-sama anak tunggal. Hanya saja, aku masih memiliki orang tua lengkap, Dita yatim piatu.

Selesai kuliah, aku melanjutkan ke S2 ke Australia. Kami terus berhubungan via WA dan video call. Akhir tahun lalu, tiba-tiba saja aku mendapat kabar dari sepupunya, Dita telah pergi untuk selamanya. Saat itu aku memang tak berencana berlibur ke Indonesia karena banyak tugas yang harus aku kerjakan. Aku coba usahakan untuk pulang, tapi aku tak mendapatkan tiket karena memang high season, menjelang Natal dan tahun baru. Aku hanya bisa menangis sendiri di kamarku.

Tahun ini aku kembali ke Indonesia. Kusempatkan mampir ke mal tempat kami biasa menghabiskan waktu bersama. Hanya ini yang bisa kulakukan, mengenang semua kebersamaan yang begitu indah. Dita, aku tak tau harus ke mana menemuimu. Kau dikremasi dan abumu dilarung di Pantai Ancol. Tak ada makam, tak ada nisan.

Iya, semua yang ada di dunia ini tak ada yang abadi. Factory outlet di seberang mal ini, tempat Dita membelikanku jaket sebelum aku berangkat, sekarang sudah tutup. Resto fast food ayam goreng tempat aku mentraktir Dita yang berulang tahun juga sudah bangkrut. Bukan hanya itu, Dita, sahabat terbaikku pun sudah tak ada. “Aku kangen kamu Dita ….”

Gate gate pāragate pārasaṃgate bodhi svāhā - menyeberang, menyeberang, menyeberanglah sampai ke pantai seberang.

Kulihat pintu mal telah dibuka, aku berdiri, lalu melangkahkan kaki, aku seolah memasuki lorong waktu. Berjalan sendiri, mengenang semua tempat yang pernah kami kunjungi dengan segala cerita indah yang pernah kami jalani bersama.

*  *  *  *  *

“Mengenang seorang sahabat terbaikku yang telah pergi. Semua kenangan tentang kebaikanmu, kepedulianmu, dan kedermawananmu selalu jadi inspirasi hidupku.”


Dikutip dari Buletin KCBI edisi Desember 2023 halaman 41/42 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).

Cerpen Buddhis: Anicca

Jaya Ratana

 

Jam di ponsel-ku menunjukkan pukul 11.30 WIB, Minggu, 19 Desember 2038. Aku sedang duduk di sofa, mengamati sekelilingku. Tak banyak yang berubah. Di depanku ada gazebo, dan di depannya ada perpustakaan. Di sisi kiriku ada kolam ikan. Suara umat membaca paritta di Dhammasala masih terdengar.

Foto John tampak di layar ponselku yang menyala, tanda ada panggilan masuk. Untung saja ponsel-ku mode silent. Kuangkat telepon dari putra sulungku. “Pa, pujabaktinya sudah selesai?” tanya John. “Belum, kayaknya sebentar lagi. Sekarang sedang paritta Ettavata,” jawabku. “Oke Pa, sampai jumpa nanti malam,” tutup John. Sore ini John dan Jenny istrinya baru akan terbang dari Bandara Changi ke Bandara Soeta.

Hari ini aku mengantar kedua cucuku, Jessica dan Richard ke vihāra untuk ikut Sekolah Minggu Buddhis (SMB). Roy, putra keduaku sakit. Rissa, istri Roy tidak ikut ke vihāra karena harus menyiapkan sarapan untuk Roy.

Sejak kepindahan kami ke Singapura, aku, John, dan Roy jarang bertemu teman-teman kami. Maklumlah, semua punya kesibukan masing-masing. Tiga tahun terakhir kami tidak pulang ke Indonesia. Saat liburan, cucu-cucuku selalu minta liburan ke Eropa.
 
Pujabakti sudah selesai. Aku menyalakan suara ponsel-ku. Suasana ramai, tapi tak berlangsung lama. Setelah ngobrol basa-basi, umat meninggalkan vihāra karena berbagai keperluan masing-masing.

Suasana kembali sunyi. Sayup-sayup terdengar lagu Buddhis, “Sang Guru” dari ruang SMB yang tertutup rapat. Lagu ini mengantarkan pikiranku ke masa silam. Sekitar 15 tahun lalu, aku selalu memutar lagu ini bersama lagu Buddhis lain di rumah kami saat menjelang Waisak.

Ini salah satu lagu favorit Celine, istriku. Alangkah bahagianya jika saat ini Celine duduk di sampingku menunggu cucu kami yang ikut SMB. Aku yakin, kami pasti duduk di sofa ini jika tidak datang bersama kedua putra kami. Kaki kami sudah tidak kuat untuk naik tangga tanpa dituntun. Kami pasti akan duduk di sofa ini usai pujabakti, seperti kebiasaan kami belasan tahun lalu.

Waktu terasa berlalu begitu cepat. Tiba-tiba saja kedua putraku sudah selesai kuliah, bekerja, berkeluarga, dan punya anak, aku sudah jadi kakek. Namun, terkadang aku merasa waktu berjalan sangat lambat. Kesedihan dan kesepian sangat menyiksaku sejak ditinggal Celine, belahan jiwaku.  

“Sampaikan pada jiwa yang bersedih, begitu dingin dunia yang kau huni, jika tak ada tempatmu kembali, bawa lukamu biar aku obati, ...” nada dering ponsel-ku berbunyi. Aku kembali ke dunia nyata setelah lamunan panjang tentang kenangan bersama Celine. Telepon dari Aldi, temanku yang mengajak ketemuan.

Aku sangat suka lagu “Jiwa yang Bersedih” yang dipopulerkan Ghea Indrawari pertengahan tahun 2023 itu. Terdengar sedih, namun aku menikmatinya meski air mata menggenang di kedua mataku. Aku suka nadanya, juga syairnya, “Menangislah, ‘kan kau juga manusia, mana ada yang bisa, berlarut-larut, berpura-pura sempurna, ....”

“Yeye* ...,” teriak Jessica dan Richard yang baru keluar dari ruang SMB. Aku cepat-cepat menyeka air mata. Anicca, segala sesuatu yang berkondisi tidaklah kekal. Istilah ini sudah lama aku kenal dari buku Dhamma. Sangat mudah diucapkan saat kita menasihati orang lain. Ketika mengalaminya sendiri, sering kali kita sulit menerimanya.

“Celine, semoga terlahir di alam bahagia,” ucapku lirih.


* Yeye = panggilan untuk kakek dari pihak Papa dalam bahasa Mandarin.

 

Dikutip dari Buletin KCBI edisi November 2023 halaman 26/27 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).

Mengenal TP Vidyasagara, SMB di Vihara Vimala Dharma, Bandung

Taman Putra Vidyasagara atau biasa disebut TP Vidyasagara adalah SMB (Sekolah Minggu Buddhis) di Vihara Vimala Dharma, Bandung.

Anak-anak Buddhis setiap hari Minggu mengikuti kegiatan TP (belajar Dhamma dengan cara yang menyenangkan) dibimbing Cici dan Koko Pembina. Ketika orangtua mereka ikut pujabakti dilantai 2, anak-anak belajar Dhamma di TP Vidyasagara.

Kegiatan TP dimulai pukul 10.00. Pertama-tama anak-anak melaksanakan pujabakti terlebih dahulu. Setelah itu mereka akan belajar Dhamma. Dhamma yang disampaikan bisa dalam berbagai cara seperti story telling, menyanyikan lagu Buddhis, menonton film, permainan, dan lain-lain. Sesekali adik-adik juga diajarkan membuat aneka kerajinan, dan juga ada perayaan ulang tahun bersama.

Ayo Papa dan Mama, luangkan waktu di hari Minggu, ajak anak-anak untuk ke vihāra/cetiya untuk belajar Dhamma sejak dini. Beri mereka kesempatan belajar Dhamma dan menjalani kehidupan ini sesuai Dhamma.

Selesai mengikuti SMB anak-anak mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas atau dari sumbangan donatur. Semoga anak-anak terus bersemangat belajar Dhamma. (HFJ)


Video TP Vidyasagara 1, klik: TP Vidyasagara 

Video TP Vidyasagara 2, klik:  TP Vidyasagara


Sumber foto dari IG TP Vidyasagara, video dari Cici Pembina 

Berkunjung ke SMB Cetiya Dhammajala, Depok

Kali ini kita mengunjungi SMB (Sekolah Minggu Buddhis) Cetiya Dhammajala, Depok. Di SMB ini totalnya ada sekitar 30 anak. Tapi tiap minggunya yang hadir berkisar antara 10 hingga 20 anak. SMB ini dibimbing oleh Bu Tasya.

Seperti SMB pada umumnya, setiap Minggu anak-anak belajar Dhamma dengan cara yang menyenangkan. Selain mendengarkan Dhamma yang diberikan Kakak Pembina SMB, terkadang juga mereka belajar menyanyikan lagu-lagu Buddhis.

Ayo Papa dan Mama, luangkan waktu, ajak anak-anak untuk ke vihāra/cetiya untuk belajar Dhamma sejak dini. Beri mereka kesempatan belajar Dhamma dan menjalani kehidupan ini sesuai Dhamma.

Selesai SMB anak-anak mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas Cetiya Dhammajala atau dari sumbangan donatur. Semoga anak-anak terus bersemangat belajar Dhamma. (RNCD)

 

Foto bersama anak-anak dan Kakak Pembina SMB Cetiya Dhammajala, Depok

 

Kang Maman: Bhinneka Tunggal Cinta, Inilah Indonesia

Luangkan waktumu untuk mendengarkan podcast ini hingga selesai. Ada banyak kisah inspiratif tentang kehidupan kita sebagai bangsa memiliki banyak suku, agama, bahasa, dan budaya. Kisah-kisah yang membuat Anda akan menitikkan air mata, bagaimana persahabatan saling membantu, dan bekerja sama antar anak bangsa yang berbeda latar belakang suku dan agama.

Kita beragam, bukan seragam. Pelangi indah karena terdiri dari berbagai warna. Kisah-kisah inilah yang membuat kita semua terinspirasi bahwa kita bisa hidup rukun dan damai dalam keberagaman. Plural (isme) = keragaman adalah saya.

 

Perjalanan Hidup Kang Maman Suherman, Sang Pemulung Kata

 BONUS:

  

PThe Power of Reading - Uncensored with Andini Effendi Ep.13: Kang Maman


Laporan dari SMB Vihāra Vimala Chanda Ārāma, Singkawang

Pada masa aktif sekolah, anak-anak SMB (Sekolah Minggu Buddhis) lebih sering menghadiri kegiatan SMB. Untuk SMB SD biasanya 50-60 anak berusia 6-12 tahun, SMB SMP dan SMK (A) biasanya 30-40 anak yang hadir. Rata-rata anak SMP berusia 12-16 tahun dan anak SMK(A) berusia 16-21 tahun.

Kebanyakan anak-anak SD yang mengikuti kegiatan SMB datang diantar oleh orang tua/wali mereka. Begitu juga dengan anak-anak SMP & SMK, ada yang datang diantar dan ada juga yang datang menggunakan kendaraan pribadi (motor). Rata-rata jarak tempat tinggal anak-anak dengan Vihāra Vimala Chanda Ārāma (VCA) sekitar 1-2km.

Ada sebagian anak yang cukup antusias untuk mengikuti kegiatan SMB, misalnya pada masa libur sekolah tetap datang mengikuti kegiatan SMB.

Pada saat jam masuk, anak-anak dibiasakan membaca paritta dan bermeditasi yang dipimpin oleh pemimpin pujabakti. Kemudian, dilanjutkan dengan kegiatan lainnya, contohnya adalah mendengarkan cerita Buddhis, mendengarkan Dhamma, bernyanyi lagu Buddhis, membuat kerajinan tangan, mewarnai, bermain games, dan lain sebagainya. Pada saat jam pulang, setiap anak diberikan snack atau camilan yang dananya berasal dari uang kas vihāra atau
donatur.

Ketika akhir bulan, SMB selalu merayakan ulang tahun bersama dengan anak-anak yang berulang tahun di bulan tersebut. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang paling ditunggu anak-anak.

Kemudian, anak-anak SMB SMK(A) sudah mulai menjadi Panitia Hari Raya Agama Buddha di Vihāra Vimala Chanda Ārāma (VCA). Lalu, ada juga yang bergabung menjadi anggota Patria (Pemuda Theravada Indonesia) dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi tersebut. (AM)

Berikut beberapa foto kegiatan anak-anak SMB Vihāra Vimala Chanda Ārāma, Singkawang:

 

 






Kisah SMB Vihāra Dhammasākaccā Desa Terentang Hulu, Kalimantan Barat

"Buddha Pedia" akan mengajak teman-teman berkeliling Indonesia mengenal SMB (Sekolah Minggu Buddhis) di berbagai daerah (terutama daerah pedesaan, yang umumnya memiliki fasilitas minim dan agak jauh dijangkau).

Kita ingin melihat aktivitas anak-anak SMB (generasi penerus bangsa).  

Vihāra Dhammasākacchā terletak di Desa Terentang Hulu, Kalimantan Barat. Menurut Bu Wiharti yang mengajar SMB di sana, jumlah anak SMB yang ikut pujabakti bervariasi. Kadang banyak, kadang sedikit. Biasanya saat panen sawit atau sayuran, anak-anak membantu orang tua mereka, sehingga hanya sedikit yang datang ke vihāra. Selain itu, kondisi ekonomi orang tua jarak juga menjadi kendala.

Jarak tempat tinggal anak SMB ke vihara cukup jauh. Ada anak yang datang ke vihara bersama orang tua mereka, dan ada yang dijemput Bu Wiharti dengan perahu.

Guru agama Buddha juga kurang, hanya ada 1 guru agama Buddha yang berasal dari Lombok, ditambah Bu Wiharti (guru sekolah yang beragama Buddha).

Setelah kegiatan SMB, terkadang ada konsumsi berupa nasi dan lauk (seadanya) yang didanakan Bu Wiharti dan keluarga. Menurut Bu Wiharti, ada bantuan dana dari Kemenag, tapi belum mencukukupi karena biaya untuk kebutuhan vihara, umat, dan kegiatan SMB juga banyak.

"Tahun ini baru tahun kedua listrik masuk ke Desa Terentang. Sinyal ponsel pun tidak begitu bagus," kata Bu Wiharti.

"Saya berusaha mengajar Dhamma semampu saya. Kami sangat terbantu dalam mengajarkan agama Buddha  jika ada samanera atau bhante yang datang ke desa kami," ungkap Bu Wiharti. 

"Sekarang sudah mulai maju dan warga mulai  memahami pentingnya pendidikan. Dulunya warga tionghua belum begitu mengerti tentang agama Buddha. Butuh kesabaran untuk merangkul umat Buddha.

Dulu waktu orang tua saya masih ada, hanya kami sekeluarga umat Buddha yang merayakan waisak. Kami selalu mengadakan pendekatan ke umat. Waktu itu belajar Dhamma (berdoa) di rumah saya. Setiap minggu anak-anak berkumpul di rumah sambil belajar Dhamma. Saya berusaha semampu saya untuk membimbing mereka. Tahun 2015 kami dapat bantuan, Pembimas Buddha sangat perhatian ke kami," kisah Bu Wiharti.

"Di momen Waisak, ada seorang donatur yang berdana untuk snack anak-anak SMB. Saya mewakili seluruh anak SMB Terentang mengucapkan terima kasih banyak atas dananya," pungkas Bu Wihari.

Berikut ini foto-foto kegiatan di Vihāra Dhammasākaccā Desa Terentang Hulu, Kalimantan Barat kiriman Bu Wiharti. 


 Jika ada foto yang terpotong, silakan klik saja pada foto itu, maka foto akan tampil utuh (lebih besar dan gambarnya tidak terpotong)


 

 

 


 







 












Berikut ini videonya:

 

Untuk melihat video singkatnya, silakan tulisan warna biru di bawah ini:

Perjalanan Menuju Vihara 01

 Perjalanan Menuju Vihara 02 


Ucapan Waisak dari Umat Vihara Dhammasakacca Desa Terentang Hulu, Kalimantan Barat

 

 

Pembacaan Dhammapada dari Anak SMB Vihara Dhammasakacca Desa Terentang Hulu, KalBar