Serial Trio Vihara: Mengenang Mendiang Istri

Seri Trio Vihara

Jaya Ratana

*********************************************************************************************

Vivi Muditavati, gadis manis berbadan gempal, berbakat jadi pemimpin, tempat curhat kedua teman akrabnya, ia anak yatim piatu. Hani Filianti, agak tomboy, paling rame, selalu jadi penyegar suasana, sering muncul dengan ide brilian, tapi kadang idenya konyol. Rara Dewi, suka travelling, doyan jajan, agak penakut, dan setia kawan. Vivi, Hani, dan Rara adalah aktivis Sekolah Minggu Buddhis (SMB), mereka bertiga sangat kompak, teman-teman di vihara menyebut mereka Trio Vihara.

*********************************************************************************************

Suasana terlihat sangat meriah ketika Vivi melangkahkan kakinya memasuki pekarangan vihara pagi ini. Bendera merah putih berkibar dengan gagahnya. Aneka bendera merah putih kecil, hiasan bernuansa merah putih, dan tulisan penuh nuansa patriotisme terlihat di berbagai tempat. 

“Merdeka ataoe Mati”, “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”, “Indonesia Merdeka”, dan banyak lagi tulisan sejenis. Sekarang memang bulan Agustus, di berbagai tempat Anda pun akan merasakan suasana perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Namo Buddhaya …” sapa Vivi ketika memasuki ruangan SMB. Kedua sahabatnya sudah datang terlebih dahulu. “Namo Buddhaya,” jawab Rara. “Namo Buddhaya. Merdeka!!!,” balas Hani sambil tersenyum. 

“Tahun ini, tanggal 17 Agustus jatuh tepat hari Minggu, jadi kita hanya bisa menyaksikan kemeriahan aneka lomba sekali saja. Biasanya ‘kan kalau bukan jatuh pada hari Minggu, pas 17 Agustus ada perayaan dan upacara bendera, dan hari Minggu setelah 17 Agustus masih ada berbagai lomba,” kata Vivi. 

“Eh iya, kemarin saya dapat transfer dana untuk sebuah SMB di Kalimantan Barat,” lanjut Vivi. “Dari salah satu umat di sini. Beliau yang tak ingin namanya disebutkan. Beliau tau tentang keadaan SMB di berbagai daerah yang sering kurang mendapat perhatian waktu kami ngobrol,” lanjut Vivi. 

“Beliau berdana atas nama mendiang istrinya. Istri beliau sangat peduli pada perkembangan Buddha Dhamma di tanah air karena pengalaman masa kecilnya. Ada seorang dermawan yang selalu berdana untuk SMB. Setiap tahun anak-anak yang paling rajin ikut SMB diberi hadiah. Hadiahnya berupa tas sekolah, jam tangan, diajak liburan ke tempat wisata, dan hadiah lain. Pengalaman masa kecil itu sangat berkesan bagi mendiang. Mendiang bertekad akan melakukan hal yang sama setelah kehidupan ekonomi mereka mapan. Sayangnya, sebelum itu terwujud, beliau meninggal. Nah suaminya ini yang mewujudkan keinginan mendiang istrinya,” cerita Vivi. 

Air mata Vivi mengalir saat bercerita, kedua sahabatnya mengalami hal yang sama. Ketiga sahabat itu menyeka air mata mereka. “Eh … yuk kita segera bersiap-siap. Setelah pujabakti, kita akan mengadakan banyak lomba,” Vivi mengingatkan. “Siaaap Ci Vivi,” canda kedua sahabatnya antusias sambil tertawa.                                                        

*  *  *  *  *  *  *  *  *  *  * 

Pujabakti sudah selesai. Anak-anak SMB sudah berkumpul di halaman vihara. Mereka bersiap-siap ikut aneka lomba untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia. 

Semua terlihat antusias. Sebagian besar anak SMB serta Cici dan Koko Pembina SMB memakai pakaian bernuansa merah putih. 

Cici Koko Pembina terlihat menyiapkan segala keperluan lomba. Seperti tahun lalu, ada lomba sendok kelereng, pindah bendera, makan kerupuk, memasukkan benang ke dalam jarum, tarik tambang, dan banyak lagi. 

Tahun ini dana yang masuk juga banyak. Vivi bersyukur banyak dermawan yang berdana di setiap acara SMB dan acara vihara. Dalam kemeriahan perayaan kemerdekaan, mengenang jasa para pahlawan pejuang kemerdekaan, sekilas Vivi jadi teringat mendiang Papa dan Mamanya. “Semoga Papa dan Mama terlahir di alam bahagia, senantiasa berada di jalan Dhamma hingga mencapai Nibbāna,” batin Vivi.                                                    

*  *  *  *  *  *  *  *  *  *  * 

Untuk mengenang LMJ, “Semoga terlahir di alam bahagia, senantiasa berada di jalan Dhamma hingga mencapai Nibbāna.”


Dikutip dari Buletin KCBI edisi Agustus 2025 halaman 19/20 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).   

0 komentar: