- Kita semua tidak setuju dengan hukuman mati karena tidak seorang pun berhak mencabut nyawa makhluk lain dengan dalih apa pun. Membunuh hewan pun sebaiknya dihindari (Pancasila Buddhis sila pertama). Tapi Dhamma mengajarkan apa yang sebaiknya kita lakukan adalah yang sejalan dengan Dhamma dan hukum negara.
- Ternyata di Thailand (negara Buddhis) hukuman mati masih berlaku. Hukum yang berlaku di sana adalah hukum sekuler bukan hukum berdasarkan ajaran Buddha.
- Masih ada hukuman lain selain hukuman mati (hukuman seumur hidup).
- Hukum bisa bersifat punitif (menghukum) atau rehabilitasi (memperbaiki).
- Agama mengajarkan kebaikan, tindakan pemeluk agama sepenuhnya keputusan pribadi yang bersangkutan.
- Adil tidaknya hukuman tergantung dari sisi mana melihatnya. bagi terhukum, hukuman apa pun terasa tidak adil. Tapi bagi korban atau keluarga korban, hukuman adil adalah hukuman maksimal.
- Sebagian besar orang takut menghadapi kematian.
- Seharusnya hukum itu berlaku adil ke siapa saja. Tidak tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ketidakadilan hukum akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada hukum (menurunkan wibawa hukum). Main hakim sendiri salah satu contohnya.
- Hukuman mati yang diterima seseorang itu juga bagian dari hukum karma.
- baik buruknya sebuah perbuatan, sangat tergantung pada niat saat melakukan. Seperti kata Ajahn Brahm, "Intent it is the moral yardstick." Niat adalah ukuran moralnya.
- Dilema bagi eksekutor. Karma buruk yang akan diterima sangat tergantung dari niat saat melakukannya, apakah murni karena tugas, perasaan marah, kebencian, dan lain-lain.
- Gunakan hati (perasaan) untuk meraba apakah sebuah tindakan itu baik atau buruk. Hati lebih baik daripada otak.
- Bagaimana jika orang mabuk, latah, down syndrom melakukan perbuatan buruk?
- Selama belum suci, semua perbuatan kita masih menghasilkan buah, tidak bersifat kiriya. Kita bisa terhindar dari hukum negara tapi tidak bisa menghindar dari hukum karma.
- Hukuman mati adalah konsekuensi yang bersangkutan. Sudah tahu ada ancaman hukuman mati, tetap melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut.
- Konon, hukuman mati tidak dilaksanakan oleh seorang eksekutor tapi banyak. Di antara sekian senjata, hanya 3 senjata yang berisi peluru tajam (selain itu peluru hampa). Senjata diberikan secara acak sehingga eksekutor tidak tahu apakah senjata yang dipegangnya berisi peluru atau tidak. Ini dimaksudkan untuk mengurangi efek psikologis bersalah para eksekutor.
Ramai diberitkan para terpidana mati kasus narkoba akhirnya dieksekusi. Topik diskusi Dhamma Kalyanamitta kali ini juga membahas "Hukuman mati dari Kacamata Dhamma."
Beberapa catatan dari diskusi ini:
Bacaan untuk referensi tentang hukuman mati (silakan klik):
Pattidana atau dalam bahasa Indonesia disebut pelimpahan jasa (terjemahanan darlam bahasa Inggris pun mirip: transfer of merit). Yang jadi pertanyaan awal adalah kata "pelimpahan jasa" yang dirasa kurang pas sebagai terjemahan (lebih tepatnya makna pattidana). Mungkin dari diskusi ini kita akan mendapatkan kata yang lebih pas untuk mengungkapkan kata pattidana?
Melakukan jasa kebaikan (karma baik) atas nama leluhur atau setelah melakukan jasa kebaikan kita mengingat almarhum almarhumah leluhur dengan harapan mereka yang terlahir di alam peta merasa gembira (pikiran/ batin mereka ikut berbahagia, artinya mereka melakukan perbuatan baik sendiri melalui pikiran dan akan membantu mereka terlahir di alam yang lebih baik). Itulah hakikat pattidana.
Kadang ada anggapan bahwa pattidana bertentangan dengan Dhamma yang menyatakan: "Aku terlahir dari karmaku sendiri, mewarisi karmaku sendiri,..." Intinya apa yang kita lakukan, itu yang akan kita dapatkan (hukum karma, hukum tabur tuai).
Arti kata pelimpahan:
pelimpahan /pe·lim·pah·an/ n proses, cara, perbuatan melimpahkan (memindahkan) hak, wewenang, dsb: pengadilan itu melakukan ~ wewenang kpd hakim untuk menangani perkara itu; (KBBI)
Kadang ada anggapan bahwa pattidana bertentangan dengan Dhamma yang menyatakan: "Aku terlahir dari karmaku sendiri, mewarisi karmaku sendiri,..." Intinya apa yang kita lakukan, itu yang akan kita dapatkan (hukum karma, hukum tabur tuai).
Arti kata pelimpahan:
pelimpahan /pe·lim·pah·an/ n proses, cara, perbuatan melimpahkan (memindahkan) hak, wewenang, dsb: pengadilan itu melakukan ~ wewenang kpd hakim untuk menangani perkara itu; (KBBI)
Kata pelimpahan terkesan memindahkan sesuatu (di satu sisi akan berkurang dan sisi yang lain bertambah), sedangkan dari penjelasan tentang pattidana tidak ada yang ditransfer atau dipindahkan atau dilimpahkan. Memang agak sulit memahami kata "pelimpahan jasa" ini.
Ada beberapa contoh yang (mungkin) lebih pas untuk menggambarkan arti pattidana ini.
- Ibarat Anda menggunakan api pada lilin untuk menyalakan lilin lain, seolah ada api yang berpindah tapi api di tempat asal tidak berkurang.
- Seorang anak menerima rapor dan nilai bagus-bagus. Anak itu merasa gembira/ bahagia. Lalu anak itu memperlihatkan rapornya kepada kedua orangtuanya. Orangtua yang melihat nilai rapor anaknya bagus akan turut gembira/ bahagia. Anak itu sudah "mentransfer" kebahagiaan ke orangtua tapi tidak ada yang berkurang (nilainya tidak berubah, rapor itu tetap miliknya, jika kelak naik kelas atau dapat ranking, tetap si anak yang mendapatkannya (bukan orangtuanya).
- Tim sekolah kita bertanding. Tim kita hampir kalah dari tim lawan, maka kita berteriak memberikan dukungan, mungkin juga mengeluarkan "yel yel" untuk membangkitkan semangat. Tim kita yang semula sudah loyo tak bersemangat jadi semangat berjuang untuk menang. Tindakan ini seperti pattidana. Kita tidak memberikan sesuatu kepada tim kita (kita tidak mentransfer/ memberikan tim kita makanan atau minuman), kita hanya berteriak memberi semangat. Semangat timbul lalu mereka berjuang dan menang itu adalah perbuatan mereka sendiri.
Silakan klik tautan berikut, bacaan yang bisa memberikan gambaran tentang pattidana:
- Sahabat Dhamma
- Sangharatana
- Sudhammacaro
- Buku The Secret of Peta 1-3
Jadi pattidana (pelimpahan jasa) bukan menyebabkan karma baik kita berkurang karena kita berikan kepada makhkluk peta, karma baik tetap milik kita bahkan bertambah (kita menginspirasi makhluk peta melakukan karma baik lewat pikiran dan membuat makhluk peta bisa terlahir di alam bahagia).
Belum menemukan kata lain yang lebih pas untuk menerjemahkan kata pattidana dari bahasa Pali. Mungkin "mengundang mudita" atau "cipta kondisi"?
Belum menemukan kata lain yang lebih pas untuk menerjemahkan kata pattidana dari bahasa Pali. Mungkin "mengundang mudita" atau "cipta kondisi"?
Dunia pendidikan Buddhis di tanah air mendapat kabar gembira karena
kini telah lahir Universitas Buddhis pertama di Indonesia, yaitu
Universitas Buddhi Dharma (UBD) di Tangerang, Banten. Peresmian UBD
dilakukan oleh Walikota Tangerang Arief R. Wismansyah pada hari Senin,
12 Januari 2015.
Dalam acara peresmian tersebut juga sekaligus dilantik Prof. Dr.
Harimurti Kridalaksana sebagai rektor UBD. Pria kelahiran Ungaran, Jawa
Tengah 75 tahun lalu ini pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Sastra
Indonesia UI dan Koordinator Program Pascasarjana UI, serta Rektor Unika
Atma Jaya periode 1991-2004. Ia berseloroh menyebut dirinya rektor
tertua di dunia.
Universitas Buddhi Dharma yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol 41
Tangerang merupakan transformasi dari Perguruan Tinggi Buddhi yang
dikelola oleh Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio. Ada empat
institusi pendidikan tinggi yang melakukan merger, yaitu STIE Buddhi,
STMIK Buddhi, STBA Buddhi, dan ASMI Buddhi.
UBD memiliki tiga fakultas yang terbagi dalam 15 jurusan. Fakultas
Sains dan Teknologi terdiri dari jurusan Fisika, Teknik Elektro, Teknik
Industri, Teknik Informatika, Teknik Informasi, Teknik Perangkat Lunak,
Teknik Multimedia dan Jaringan (D4), dan Manajemen Informatika (D3).
Fakultas Bisnis terdiri dari jurusan Manajemen, Akuntansi,
Administrasi Niaga, dan Akuntansi (D3). Sedangkan Fakultas Humaniora dan
Sastra terdiri dari jurusan Sastra Inggris, Ilmu Komunikasi, dan Bahasa
Inggris (D3). Sebelum mendirikan UDB, Perkumpulan Boen Tek Bio telah
mendirikan Sekolah Buddhi yang memiliki jenjang pendidikan KB/TK, SD,
SMP, SMU, dan SMK sejak tahun 1975.
Saat ini UBD memiliki 3.000 mahasiswa, dengan pertambahan 1.000
mahasiwa setiap tahun. Tak mengherankan jika gedung empat lantai yang
saat ini ada sudah tidak mampu menampung mahasiswa. UBD sedang berencana
membangun kembali gedung kuliah di belakang bangunan saat ini.
UBD adalah universitas ketiga di kota Tangerang setelah UNIS dan
Universitas Muhammadiyah. UBD bisa dibilang beruntung bisa mendapat izin
mendirikan universitas karena pemerintah saat ini memberi syarat yang
ketat untuk izin pendirian universitas baru. Dan salah satu yang paling
berat adalah harus memiliki lahan minimal 30 hektar. Untungnya peraturan
tersebut keluar belum lama ini, sementara pengajuan izin UBD telah
dilakukan sejak tiga tahun lalu, waktu itu syarat minimal lahan
masih 1 hektar.
“Universitas Buddhi Dharma bukan didapat dengan mudah, tapi butuh
perjuangan melelahkan,” ujar Udayasakhya Halim, Ketua Badan Pengurus
Perkumpulan Boen Tek Bio.
Menyandang status sebagai universitas Buddhis, UBD menawarkan nilai
lebih berupa pendidikan berlandaskan nilai-nilai Buddhis. “Universitas
Buddhi Dharma akan lebih cenderung menekankan praktik penerapan
Buddhisme yang universal. Para pengajar dan mahasiswa berasal dari
berbagai agama, tapi kami sepakat akan mengaplikasikannya dalam bentuk
kehidupan nyata,” terang Udayasakhya Halim.
Nilai-nilai Buddhis akan dimasukkan ke dalam kurikulum di
masing-masing fakultas yang saat ini masih digodok. Salah satunya adalah
mata kuliah Etika Buddhis Universal, selain mata kuliah Agama Buddha.
Juga ada mata kuliah Pranata Tionghoa.
Ketua Bidang Pendidikan Perkumpulan Boen Tek Bio yang juga Wakil
Rektor Bidang Keuangan dan SDM Limajatini memberi contoh aplikasi
nilai-nilai Buddhis dalam kuliah. Dalam Akuntansi, mahasiwa diajarkan
untuk jujur dalam membuat laporan keuangan. “Akuntan yang pintar, tapi
harus menjaga sila. Intelektual yang dibarengi moralitas dan kebajikan,”
ujar Limajatini.
UBD memprioritaskan umat Buddha untuk menjadi pengajar di UBD. “Kami
mengundang semua umat Buddha yang S2 untuk menjadi dosen, karena syarat
dosen harus S2, apa pun bidangnya,” ujar Limajatini.
Namun sangat disayangkan, jumlah tenaga dosen beragama Buddha sangat
terbatas. Bahkan rektor UBD pun bukanlah seorang Buddhis, karena sulit
sekali menemukan profesor beragama Buddha.
Karenanya, UBD memberikan beasiswa ikatan dinas pasca sarjana kepada
umat Buddha untuk berbagai jurusan. “Kami kuliahkan banyak kader Buddhis
ke S2 supaya bisa jadi dosen. Setelah lulus, jadi dosen kita,” kata
Limajatini. Saat ini ada 10 orang penerima beasiswa yang sedang menempuh
studi di sejumlah universitas. Selain itu diberikan juga diskon khusus
sebesar 20% bagi putra-putri pandita aliran apa saja jika ingin kuliah
di UBD.
Limajatini berharap, “Dengan adanya Universitas Buddhi Dharma, kami
ingin agar melahirkan tokoh-tokoh intelektual Buddhis. Karena dengan
adanya Universitas Buddhi Dharma, kita bisa mencetak para Doktor dan
Profesor Buddhis dari universitas ini.”
Sumber: BuddhaZine
Ingin putra-putri Anda bersekolah (TK sampai SMA) di sekolah Buddhis? Silakan klik tautan berikut (siapa tahu di kota Anda sudah ada sekolah Buddhis):
Apa yang tertulis di sini
adalah hasil diskusi kami (group BBM: Diskusi Kalyanamitta = Diskusi Dhamma
BUKAN Debat Kusir).
Saat ini beranggotakan 15 orang: Hendry F.Jan, Hadi, Juniarti Salim, Johan W., Romo Suyanto, Hendra Widjaja, Aldo Sinatra, Lingga Waty Komah, Djonni Issalim, Henz Hendri, Kolim, Dedy J. Lesmana, Suherjati, Lani, dan Budi Priatna.
Saat ini beranggotakan 15 orang: Hendry F.Jan, Hadi, Juniarti Salim, Johan W., Romo Suyanto, Hendra Widjaja, Aldo Sinatra, Lingga Waty Komah, Djonni Issalim, Henz Hendri, Kolim, Dedy J. Lesmana, Suherjati, Lani, dan Budi Priatna.
Agar diskusi yang kami lakukan
memberi manfaat lebih (tidak hanya diketahui anggota Diskusi Kalyanamitta saja dan hilang begitu saja),
saya (Hendry F.Jan) berinisiatif mencoba merangkum hasil diskusi. Diskusinya
berlangsung seru tapi sopan dan panjaaang. Rangkuman ini dibuat hanya berdasarkan ingatan saya (saat
dilihat ke riwayat diskusi, bagian atas sudah banyak yang hilang dan parahnya saya orang yang pelupa). Waduh...
Rangkuman hasil diskusi ini hanya sebagai rangkuman pendapat kami (yang belum tentu benar). Anda boleh mengoreksi jika kami salah, maklum saja, kami semua masih dalam proses belajar.
* * * * * * * * * * *
Kita bisa berpedoman pada Pancasila Buddhis, apakah pekerjaan kita selaras dengan Pancasila Buddhis atau tidak. Kemudian dalam Dhamma ada 5 jenis mata pencaharian yang sebaiknya dihindari:
- Memperdagangkan barang-barang yang dipergunakan untuk membunuh makhluk hidup, atau dengan kata lain berdagang senjata.
- Memperdagangkan manusia (budak, anak, pelacur, dan organ tubuh manusia).
- Memperdagangkan makhluk hidup untuk disembelih.
- Memperdagangkan minuman keras, narkotika, dan obat-obatan berbahaya yang dapat memabukkan, melemahkan kesadaran/ kewaspadaan.
- Memperdagangkan racun.
Diskusi dimulai dengan pertanyaan:
Jual ayam goreng (membeli ayam yang memang sudah terpotong di pasar, setahu saya tidak bertentangan Dhamma karena hanya membeli daging bangkai). Membeli daging ayam di pasar tidak memenuhi unsur melanggar sila pertama Pancasila Buddhis.
Lantas bagaimana jika usaha ayam goreng ini berkembang pesat atau dapat orderan banyak? Dari stok daging ayam di pasar kecil atau tempat langganan tidak mencukupi. Apa yang harus dilakukan? Pesan sekian ratus ekor ayam, jelas melanggar sila pertama (meminta pedagang memotong sekian ratus ekor ayam). Atau berkeliling ke berbagai pasar untuk membeli daging ayam yang sudah tersedia?
Diskusi ramai dan melebar ke berbagai aspek tentang mata pencaharian yang benar.
- Banyak pekerjaan yang menjadi dilema selain kasus penjual ayam goreng yang sukses. Bagaimana nelayan yang kerjanya menangkap (membunuh) ikan? Bagaimana jika jadi tentara ditugaskan ke medan perang? Bagaimana polisi yang ditugaskan melakukan eksekusi terpidana mati? Sawah diserang hama, petani semprotkan pestisida?
- Jika hal itu adalah sesuatu yang tak bisa dihindari, lakukanlah. Vipaka (hasil atau akibat perbuatan) sangat tergantung dari cetana (niat). Jangan lupa untuk selalu melakukan kebajikan. Perbuatan baik ibarat air (tawar) dan perbuatan buruk ibarat garam. itu yang kita masukkan ke dalam gelas, yang isinya kelak kita minum. Garam yang sudah dimasukkan tidak akan hilang tapi semakin banyak air yang kita masukkan, kadar asinnya akan berkurang.
- Hendra Widjaja mengatakan: Dihadapkan pada masalah etika moral, Ajahn
Brahm dalam ceramahnya pernah memberikan pedoman berupa 4 pertanyaan yang
perlu dijawab sebelum melakukan sesuatu. Kata-kata persisnya saya lupa, tapi kalau tidak salah ingat begini: (1.) Apakah saya
melakukan ini karena ketidaktahuan, keinginan, dan kebencian? Ataukah saya
melakukan sesuatu ini terdorong oleh kasih dan kewelasan? (2.) Apakah saya melakukan ini demi kebaikan orang lain itu atau demi kepentingan saya sendiri? (3.) Sudahkah saya mempertimbangkan semua pilihan dan kemungkinan? Adakah sesuatu cara lain yang lebih baik untuk melakukannya? (4.)
Renungkan dan rasakan dalam dalam, dan tanyakan pada hati kita melalui
perasaan hati, apakah saya tengah melakukan sesuatu yang baik? Apakah
ini sesuatu yang baik? Kebenaran harus dirasakan melalui hati, bukan dicapai melalui pikiran. Pencerahan tidak dapat dicapai melalui pemikiran, tetapi melalui hati.
- Djonni Issalim: Penyampaian mata pencaharian yang benar ini harus disampaikan secara hati-hati. Ada yang sulit menerima, terlebih jika pekerjaannya dianggap tidak sesuai Dhamma. Harus bisa sampaikan materi yang sesuai dengan tingkat kesadaran orang yang menjadi pendengar.
- Hendra Widjaja: Yang menyampaikannya memang harus dengan bahasa lembut, bijak, penuh kasih dan kewelasan. Memang ada yang lebih suka mencari pembenaran (atas pendapatnya) daripada mencari kebenaran (sejati). Kebenaran tetap harus disampaikan meski pahit.
- Suherjati: Melakukan karma buruk jika dalam keadaan terpaksa, akibatnya tetap ada meski kecil. Beda jika dilakukan dengan senang hati. Jika belum mampu alih profesi, sebaiknya dibarengi dengan banyak melakukan kebajikan.
- Aldo Sinatra; Selama kita masih putthujjana (umat awam) segala kemungkinan dapat terjadi. Melakukan karma baik dan karma buruk. hanya kita harus eling, selalu berusaha melakukan kebajikan di setiap kesempatan.
- Suherjati: Di Myanmar (kalau tidak salah) ada petani yang mengajak bicara sawahnya. ia tidak pakai pestisida tapi pakai bahan organik, panennya bagus (ceramah master Cheng Yen). Pernah baca juga ada petani bertemu penjual burung. Karena kasihan pada burung, petani membeli semua burung dan dilepas (fang sen). pada saat panen, sawah-sawah di sekitarnya gagal panen karena dimakan hama, kecuali sawah petani tadi. Setelah diselidiki, ternyata hama yang ada di sawahnya dimakan burung-burung, yang kemungkinan dilepas (fang sen) oleh petani tadi.
- Romo Suyanto: Di Thailand, petani menggunakan puntung rokok yang dicampur air lalu disemprotkan ke tanaman. Hama menjauh, tanaman subur (tidak membunuh makhluk/ hama). Tapi jika menggunakan pestisida pun, yang terpenting dalam pikiran kita tidak ada niat untuk membunuh. Pembunuhan terjadi jika memenuhi 5 unsur: (1.) adanya makhluk hidup, (2.) mengetahui bahwa makluk itu hidup, (3.) berpikir untuk membunuhnya, (4.) berusaha untuk membunuhnya, (5.) makhluk mati karena usaha tersebut. Atau bisa juga dengan membacakan Khanda Paritta.
- Hendry F.Jan: Apakah sih kriteria makhluk hidup versi Dhamma? Kuman, virus bakteri itu makhluk hidup atau bukan?
- Romo Suyanto: Makhluk hidup menurut Dhamma terdiri dari batin dan jasmani atau Panca Kandha. Kemunculan makhluk bisa melaui: kandungan, telur, kelembaban, dan spontan.
- Kolim: Syarat makhluk hidup menurut Buddhis: (1.) mempunyao lesadaran dan pikiran, (2.) membutuhkan makanan dan nutrisi, (3.) bisa bergerak atas usaha sendiri, (4.) memiliki kehendak, (5.) bisa dilihat dengan mata biasa. jadi bila kita memasak nasi atau makan antibiotik yang mungkin mengakibatkan kuman, virus, bakteri yang tidak terlihat mata mati, maka tidak dianggap melanggar sila.
- Hendry F.Jan: kerja sebagai pembantu tapi di lokalisasi (kerjaannya murini sebagai pembantu: menyapu, ngepel, mencuci pakaian), apakah melanggar sila? Apakah itu pekerjaan yang sebaiknya dihindari?
- Romo Suyanto: Pekerjaan baik (pembantu) tapi di lingkungan tidak baik, sebaiknya dihindari. Sebaiknya cari pekerjaan bai di tempat yang baik. Seperti dalam Manggala Sutta, tempat tinggal yang sesuai adalah berkah utama. Lingkungan bisa mempengaruhi perilaku seseorang.
- Johan W.: Selama pekerjaannya murni pembantu, tidak masalah. Tapi jika ada pekerjaan baik di lokasi baik, sebaiknya alih profesi. Kalau pemilik rumah yang rumahnya dikontrak untuk usaha prostitusi? Kalau tahu akan digunakan untuk prostitusi termasuk pelanggaran sila ke-3. Atau paling tidak membantu pelanggaran sila tersebut untuk terjadi.
- Suherjati: Solusi untuk gangguan nyamuk sesuai Dhamma: pakai kelambu, minyak sereh. Saya pernah dengar cerita (sebut saja Ko A). Ko A orangnya penyabar, nyaris tak pernah marah. Dia diajak mai n ke Bali (ke kampung temannya) , Ko A tidur hanya pakai kaos lengan pendek, nyamuk banyak tapi sama sekali tidak digigit nyamuk. Kemudian soal lain: pengalaman seorang Bhikkhu di Thailand. Saat pindapata. Ada PSK yang dana (PSK ini pernah ke vihara dan konsultasi Dhamma dengan Bhikkhu), Bhikkhu tampak ragu-ragu menerima dana dari wanita tersebut. Tapi seorang Bhikkhu senior (guru beliau) menjelaskan: Walau pekerjaannya tidak baik, jika tidak diberi kesempataan berbuat baik, bagaimana ia bisa mengumpulkan kebajikan. jadi yang menerima dana bisa memancarkan metta.
- Aldo Sinatra: Soal sawah kena serangan hama, semprot pestisida atau tidak? Dari buku yang saya baca, yang vege (vegetarian) pun tidak menutup kemungkinan melakukan pembunuhan. Sebab penggunaan pestisida tetap sedikit banyak terjadi dan mengakibatkan matinya makhluk-makhluk renik. Oleh sebab itu Bhante menganjurkan agar seorang vege tidak mencela orang yang nonvege. Dalam Sutta Pitaka banyak contoh pelanggar sila yang bakal suci seperti Angulimala dan Ambapali. dalam Dhammapada dikisahkan Naga Erapatta (kalau tak salah) terlahir sebagai naga karena thinamida dan vicikiccha (gelisah dan keragu-raguan) apakah perbuatan yang dilakukannya melanggar sila atau tidak. kata Bhante Uttamo, gunakan hati sebagai pemberi tanda apakah perbuatan kita baik atau buruk. Jika hati kita tidak nyaman, gelisah, dan tentu tidak bahagia, itu perbuatan buruk dan sebaliknya. Jika muncul tanda bahwa itu bukan perbuatan baik, segera stop. Perbuatan itu sudah dilakukan, sesali dan segera bertekad untuk memperbanyak kebajikan.
- Apa sih kategori senjata menurut Dhamma? Senjata adalah sesuatu yang memang dibuat untuk melukai atau membunuh. Tapi meski termasuk senjata tapi saat pembuatannya bukan untuk melukai atau membunuh, bukanlah senjata versi Dhamma. yang bukan senjata versi Dhamma: cutter (yang dibuat untuk memotong kertas dan fungsi lainnya), pistol atau senapan olahraga menembak, silet (untuk mencukur), gunting, dan yang lainnya. Jika kita menjual cutter lalu cutter digunakan untuk membunuh? Sejauh kita tidak tahu cutter itu untuk apa, tidak ada karma buruk. Itu tanggung jawab "The Man Behind The Gun." Lain halnya orang sedang berantem dan dalam keadaan emosi, lalu masuk ke toko kita dan minta cutter dan kita berikan.
- Berdagang hewan (pet shop) bukan termasuk kategori mata pencaharian yang sebaiknya dihindari. Perdagangan hewan yang dimaksud adalah untuk dibunuh (dijadikan hidangan, dijadikan hiasan, pakaian, dan lain-lain). Selama perlakuan kepada hewan itu layak (kandang cukup luas dan nyaman, diberi makan yang cukup, kesehatannya diperhatikan, tidak disiksa).
Diskusi masih terus berlangsung dalam topik "Mata Pencaharian yang Benar." Mungkin masih akan ditambah lagi catatan-catatan hasil diskusi kami.
Mohon maaf rangkuman ini seingat saya saja (ada bagian-bagian awal yang sudah hilang sebelum sempat saya catat). Sangat mungkin ada yang salah. Anda boleh memberi saran di kolom komentar. Anumodana...
Semoga rangkuman hasil diskusi kami ini bermanfaat bagi Anda.
Langganan:
Postingan (Atom)