- Demi kebaikan dan kebahagiaan semua makhluk.
Inilah motif dasar sekaligus akhir dari setiap misionari Buddhis; bukan sekadar demi kemuliaan Buddha atau keunggulan Dhamma semata.
- Ehipassiko (Datang dan Lihatlah Sendiri).
Kebebasan berpikir dan bertanya itu sungguh penting; ajaran Buddha dijalankan secara “ehipassiko”, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja.
- Tidak Ada Fanatisme.
Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan atau keuntungan sepihak? Buddha hanya menunjukkan jalan kebahagiaan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.
- Tidak Mengubah Agama Orang.
Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan atau tipuan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang. Dalam Digha Nikaya 25; Patika Vagga;Udumbarika-Sīhanāda Sutta, Buddha berkata: “Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama. Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu, karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan. Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri. Jika itu baik bagimu, terimalah. Jika tidak, janganlah engkau terima.”
- Toleransi Luar Biasa.
Toleransi umat Buddha diteladankan oleh Kaisar Asoka dalam salah satu dekritnya yang terukir di batu karang dan masih ada sampai hari ini di India: “Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain.”
“Barang siapa yang menghormati agamanya sendiri dan mengutuk agama lain, melakukannya demi pemujaan terhadap agamanya sendiri, berpikir, ‘Saya akan memuliakan agama saya sendiri,’ dengan berbuat demikian ia justru melukai agamanya sendiri. Kerukunan itu baik; biarlah semua mendengar dan berniat untuk mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain.”
Kegiatan Dhammaduta dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti terlibat dalam penyelenggaraan ceramah Dhamma, menerbitkan dan membagikan buku Dhamma, serta berbagi Dhamma kepada yang berminat.
Pada prinsipnya, cara terbaik untuk membabarkan Dhamma adalah dengan menjadikan diri kita sendiri sebagai panutan bagi orang lain, melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan sehari-hari kita. Itu pulalah cara mengajar yang terbaik: keteladanan perilaku, bukan sekadar indah dalam ucapan dan penampakan.
0 komentar:
Posting Komentar