Bhagavant.com,
Singapura – Federasi Buddhis Singapura dan para pakar lainnya mendorong para umat Buddhis untuk tidak melakukan fang sheng saat memperingati Hari Vesak.
Alih-alih melepaskan hewan-hewan atau fang sheng
(melepas kehidupan), Federasi Buddhis Singapura dan para pakar
menyarankan untuk melakukan alternatif lain termasuk mempertimbangkan
untuk menjadi vegetarian.
Organisasi-organisasi Buddhis telah mendidik para umat tentang isu-isu yang terkait dengan fang sheng, tetapi menjelang Hari Vesak hari ini, organisasi-organisasi itu mengatakan para umat perlu diingatkan.
Y.M. You Wei, ketua komite pendidikan federasi Buddhis, mengatakan, “Akan sangat ironis untuk mengonsumsi daging dan fang sheng.”
“Vegetarisme menyelamatkan lebih banyak kehidupan hewan daripada fang sheng,” tambah beliau seperti yang dilansir The Straits Times, Selasa (29/5/2018)
Praktik melepaskan hewan pada Hari Vesak dan pada acara-acara khusus lainnya dikenal sebagai “fang sheng”
di antara umat Buddhis Tionghoa, dan ” jīvitadāna” (dana kehidupan) di
antara umat Buddhis Theravada, kata Dr. Neena Mahadev, seorang profesor
antropologi di Perguruan tinggi Yale-NUS.
Dr. Mahadev, yang mengkhususkan diri
dalam studi agama, mengatakan umat Buddhis Singapura “cenderung sadar
akan ekosistem yang lebih luas dan mendidik diri mereka sendiri tentang
hewan mana yang tepat untuk dilepaskan, dan yang akan bertahan hidup di
alam liar”.
Chan Chow Wah, seorang peneliti Agama Buddha yang merupakan rekan dari Royal Anthropological Institute
di Inggris, mengatakan: “Melepaskan hewan jika dilakukan dalam konteks
yang tepat bukanlah masalah, misalnya, melepaskan hewan liar yang
ditangkap ke habitat aslinya.” Tapi itu tidak tepat dilakukan di
Singapura.
“Di tempat-tempat perkotaan seperti
Singapura di mana hewan untuk dijual itu diternakkan di penangkaran,
melepaskan hewan-hewan ini menyebabkan penderitaan karena mereka tidak
dapat bertahan hidup ketika mereka dilepaskan,” tambah pria berusia 45
tahun, yang juga seorang Buddhis.
Selain mengadopsi gaya hidup vegetarian
atau vegan, Chan mengatakan umat Buddhis dapat menyelamatkan hewan dan
mendukung penampungan hewan – sebuah kegiatan yang berlangsung sepanjang
tahun di komunitas Buddhis Singapura.
Semakin banyak umat Buddhis di Singapura yang sadar bahwa melepaskan hewan juga membahayakan lingkungan.
Dr. Tan Wee Hin, seorang profesor ilmu biologi di Universitas
Nasional Singapura, mengatakan, “Memasukkan hewan-hewan seperti
kura-kura telinga merah dan ikan dapat mengubah lingkungan, seperti
kualitas air, menjadi berbahaya bagi spesies lain dan meningkatkan
persaingan untuk sumber daya yang terbatas.”
Badan Pertamanan Nasional Singapura
(NParks) telah bekerja dengan para sukarelawan untuk menyebarkan
kesadaran melalui pameran, pertunjukan keliling dan kegiatan
penjangkauan sekolah. Para relawan NParks juga telah mencari pelepasan
hewan di cagar alam dan taman. Mereka yang tertangkap melepaskan hewan
dapat didenda hingga 50.000 dolar Singapura (500 juta Rupiah), dipenjara
hingga enam bulan, atau kombinasi keduanya.[Bhagavant, 29/5/18, Sum]
Sumber: Bhagavant
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar