Melihat Dusun Buddhis, Krecek

Laporan: Ngasiran

Bayangkan, sebelum matahari terbit mereka menyalakan tiga batang dupa, memberi penghormatan sebanyak tiga kali, kemudian menancapkannya ke altar Buddha. Pada sore hari, setelah selesai melakukan segala aktivitas ke ladang mereka juga menyalakan tiga batang dupa, memberi penghormatan dan menancapkannya di altar Buddha.

Aktivitas ini mungkin yang terbayang dalam benak mendiang Sutar Soemitro saat meminta saya membuat liputan altar puja depan rumah yang dibuat warga Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Temanggung bertahun-tahun silam. Permintaan ini tak hanya sekali-dua kali, setiap ada kesempatan meliput bersama, Sutar memang selalu mengajak diskusi membicarakan banyak hal terkait liputan BuddhaZine.

“Diliput yo Kang, apik kui (diliput ya Kang, bagus itu),” pintanya. Sutar memang memimpikan suatu komunitas Buddhis yang benar-benar menjalankan nilai-nilai Buddhadharma dalam kehidupan sehari-hari. Melakukan puja, menghargai alam, mempunyai kepedulian terhadap sesama, dan demi terciptanya kehidupan harmonis.

 
 

Impian itu belum sepenuhnya terwujud, Sutar sudah pergi lebih dulu meninggalkan impiannya, cita-citanya, dan sahabatnya. Namun semua ide-ide yang pernah dilontarkannya tak pernah mati, yang telah dimulai terus bertumbuh dan perlahan terwujud.

“Kang saiki masyarakat Dusun Krecek wis mulai gawe altar puja neng ngarep omah, koyo impiane sampean (Kang saat ini masyarakat Dusun Krecek sudah mulai membuat altar puja di depan rumah seperti impianmu),” pesan whatsapp saya ke Sutar lengkap dengan foto-foto (2/2).

Whatsapp itu tidak terkirim, hanya centang satu, belakangan saya tau kalau HP-nya rusak. Kabar yang pasti membuat hatinya senang, belum juga sampai kepadanya. Karena itu, saya ingin membuat liputan khusus ini untuk mendiang Sutar Soemitro, sahabat, guru, sekaligus bos saya.
  




Altar Puja Dusun Buddhis di Temanggung
“Oh iya betul, umat Buddha perlu membuat dan menyediakan altar puja di rumah. Ini penting untuk menghormati leluhur, raja, dan para dewa setiap pagi dan sore hari,” tulis Bhante Dhammasubho saat berkomentar terkait altar puja di rumah umat Buddha Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Temanggung.

Hingga saat ini, hampir semua masyarakat Dusun Krecek menganut agama Buddha sebagai pedoman hidup sehari-hari. Dalam rangka mengikuti lomba menata lingkungan, warga dusun membuat altar puja di depan rumah.

“Sebenarnya ide membuat altar puja di depan rumah berangkat dari lingkungan RT 3, karena di sana lokasi vihara berada. Tetapi nampaknya warga lain juga tertarik, jadi hampir semua warga sekarang mempunyai altar puja, baik di dalam atau di luar rumah,” kata Walmin (37), ketua panitia lomba penataan lingkungan Dusun Krecek.
  


Lomba menata lingkungan dusun sendiri diselenggarakan oleh pemuda Krecek. “Dusun kami sering dijadikan tempat kegiatan umat Buddha daerah Temanggung dan Semarang. Selain itu, juga banyak mahasiswa, anak-anak SMA dan orang-orang kota datang, live in. Karena itu, menyambut upacara Nyadran, kami membuat lomba penataan lingkungan yang melibatkan semua warga dusun.

“Dan menariknya, lomba ini disambut antusias semua warga. Mereka menata lingkungan dengan tema masing-masing, dan yang menarik soal altar puja ini. Bayangkan setiap pagi dan malam warga secara serentak menyalakan dupa, minimal lingkungan dusun menjadi harum,” terang bapak satu anak ini.



Selain penataan area dusun, para pemuda juga menata air terjun yang menjadi salah satu potensi wisata Dusun Krecek. Air terjun (Curug Pertapan) berada tak jauh dari pemukiman warga, hanya berjarak sekitar 500 meter. “Cita-cita besar kami membuat wisata desa bercirikan Buddhis, bila ini bisa tercapai pasti bisa mengangkat perekonomian masyarakat Buddhis Krecek dan sekitar,” kata Febriyanto.

Category:

0 komentar: