Mau, Anak Kita Pindah Agama?

Hendry F. Jan * | Sabtu, 13 Januari 2018 10.44 AM Culture

Ilustrasi: Agung Wijaya

Seorang remaja Buddhis (entah laki-laki atau perempuan), berpacaran dengan yang beda keyakinan, lalu menikah (remaja Buddhis ini pindah keyakinan). Anda pernah melihat kejadian seperti ini?

Penulis juga pernah melihat kejadian seperti itu. Bahkan yang kejadiannya lebih parah. Sejak kecil ia Buddhis, kedua orangtuanya Buddhis, kakaknya Buddhis, rumahnya dekat vihara, dan biaya pendidikannya didukung program adik asuh dari organisasi Buddhis. Ia berpacaran dengan yang beda keyakinan, sekarang ia sudah menikah dan akhirnya pindah keyakinan.

Tak ada yang dapat kita lakukan jika melihat kejadian seperti ini. Agama adalah wilayah privasi. Itu hak pribadi yang bersangkutan. Dan kejadian ini (pindah keyakinan), tidak hanya terjadi pada Buddhis saja, tapi juga pada umat beragama lain.

Hanya saja penulis jadi sering bertanya-tanya, apakah ada yang “salah” dalam pendidikan agama Buddha?



Sejak dini
Pendidikan agama seharusnya diberikan sejak dini. Sejak anak masih kecil (bahkan sebelum bersekolah) anak harus dikenalkan dengan agama, karena agama adalah fondasi kehidupan.

Papa dan Mama mengajak anaknya ikut bersembahyang di altar (jika ada altar di rumah). Atau mengajarkan Dhamma dengan cerita, atau memutar film kartun Buddhis (meski belum banyak, tapi di zaman teknologi sekarang ini, segalanya jauh lebih mudah, misalnya mencari film Buddhis di YouTube).

Ada cara yang lebih mudah, hari Minggu, ajaklah si kecil ikut ke vihara. Ikut pujabhakti jika di vihara tersebut belum ada SMB (Sekolah Minggu Buddhis).



Pilih sekolah
Ada kasus lain yang penulis ketahui, anak pindah keyakinan karena pergaulan dan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan bagaimana? Senin hingga Jumat, ia belajar dan berdoa sesuai agama dari lembaga pendidikan tersebut.

Hari Minggu pun ia tidak bisa ke vihara karena ada tugas dari sekolah untuk pergi ke tempat ibadah lain (waktunya bersamaan dengan pujabhakti di vihara). Dalam hal ini, pergaulan dan lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh besar bagi anak dalam pemilihan agama jika orangtua tidak membekali pengetahuan Dhamma sejak dini.

Kita tahu, sekolah Buddhis belum banyak. Kalaupun ada di kota tersebut, belum tentu umat Buddha menyekolahkan anaknya di sekolah Buddhis.

Banyak hal yang melatarbelakangi hal ini. Mungkin lokasi sekolah sangat jauh dari tempat tinggal, mungkin biaya pendidikannya relatif mahal, mungkin jenjang pendidikannya belum ada (anaknya sudah SMP, sementara sekolah Buddhis di kota itu baru ada jenjang SD), dan alasan lainnya.

Ada satu pertanyaan yang selalu kami tanyakan saat mendaftarkan anak ke sekolah (sejak PG hingga SMP), hal ini selalu kami tanyakan. “Kami sekeluarga Buddhis. Kami tidak masalah di sekolah anak kami belajar agama yang sesuai dengan agama yayasan sekolah ini. Tapi hari Minggu anak-anak kami harus pergi ke vihara. Apakah hari Minggu anak juga harus ikut pelajaran agama dari sekolah?” itu yang kami tanyakan.

Dan untungnya, guru dan kepala sekolah menjawab, “Tidak ada Pak. Kegiatan sekolah hanya hari Senin sampai Jumat. Kegiatan ekskul pun sama. Hanya terkadang ada ekskul yang terpaksa digeser ke hari Sabtu. Hari Minggu tidak ada jadwal kegiatan sekolah.”

Sudahkah Anda pertanyakan hal ini saat mendaftarkan buah hati Anda? Kalau ada kewajiban ikut kegiatan (ibadah) sampai hari Minggu, ada baiknya Anda mencari sekolah lain.



Ikut SMB
Langkah paling mudah untuk menyiapkan fondasi agama Buddha bagi putra-putri Anda adalah mengajaknya ke vihara dan ikut SMB (Sekolah Minggu Buddhis).

Terlebih bagi Anda yang kurang begitu mengenal Dhamma atau kurang bisa menjadi guru yang mengajarkan Dhamma kepada buah hati Anda. Anda cukup mengajarkan Dhamma dengan menjadi teladan bagi mereka.

Penulis amati, langkah-langkah yang diambil para pembina SMB sudah cukup baik (meski bukan pembina SMB, penulis ikut dalam group WA “Pembina SMB” dan memantau perkembangan Sekolah Minggu Buddhis di Indonesia).

Para pembina SMB inilah yang menyiapkan fondasi Dhamma bagi murid-murid Buddha (putra-putri kita) agar keyakinan mereka pada Buddhadhamma tidak mudah goyah.

Mereka (para pembina SMB) menciptakan suasana belajar yang menarik agar anak mau ikut SMB. Ada SMB yang memberikan poin bagi setiap anak yang hadir, poin tambahan jika jadi pemimpin pujabakti, poin tambahan jika bisa menjawab pertanyaan. Poin ini nantinya bisa ditukar dengan aneka macam hadiah, dari alat tulis, stiker, sampai boneka.

Belajar Dhamma di SMB kini bervariasi, tidak hanya mendengar kakak pembina bercerita, tapi terkadang juga diisi dengan menonton film kartun Buddhis, bernyanyi, membuat aneka kerajinan, dan lain-lain.

Ada juga yang mengadakan perayaan ultah bersama setiap bulannya. Ada yang mengadakan kegiatan outing (mengunjungi SMB lain atau pergi ke tempat wisata). Setiap selesai kegiatan SMB, selalu ada konsumsi buat buah hati Anda. Jika Anda peduli dengan SMB, sesekali Anda dapat berdana makanan bagi anak-anak SMB.

Sekarang “Pembina SMB” memiliki sebuah aplikasi bernama “Majalah SMB” yang akan menyajikan berita-berita kegiatan SMB dan memuat karya anak-anak SMB dari berbagai kota di Indonesia. Semua ini dilakukan untuk menarik minat anak-anak datang ke SMB.

Pilihan agama memang adalah hak pribadi setiap orang, tapi sebagai Buddhis, penulis yakin Anda ingin anak-anak Anda tetap jadi murid Buddha hingga akhir hayatnya.

Satu keyakinan dalam sebuah keluarga, tentu lebih memudahkan dalam banyak hal. Anda sekeluarga bisa datang bersama-sama ke vihara pada hari Minggu atau saat perayaan Trisuci Waisak, mengikuti prosesi pernikahan putra-putri Anda di vihara, saat ada permasalahan, kita memiliki pedoman yang sama, yakni Tipitaka.

Bukankah semua anicca? Semua yang berkondisi tidaklah kekal. Iya, benar. Tidak ada hal yang kekal. Anak beragama A, bisa pindah jadi pemeluk agama B. Tapi yang harus diingat, sebagai orangtua Buddhis, kita harus berusaha memberikan fondasi Dhamma sejak dini. Itu tugas kita sebagai orangtua.

Mari bersama, kita siapkan murid Buddha agar kelak Dhamma tetap jadi pedoman utama hidup mereka. Pembina SMB, anak-anak SMB, orangtua yang anaknya usia SMB, dan yang peduli SMB, jika ingin download aplikasi “Majalah SMB”, silakan klik: Majalah SMB



* Pembuat aplikasi Buddhis, Buddhapedia. Suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung. Mengelola dua portal informasi Buddhis yakni, www.vihara.blogspot.com dan www.rekor.blogspot.com

Sumber: BuddhaZine


 Hendry Filcozwei Jan

0 komentar: