Seri Trio Vihara
*********************************************************************************************Vivi Muditavati, gadis manis berbadan gempal, berbakat jadi pemimpin, tempat curhat kedua teman akrabnya, ia anak yatim piatu. Hani Filianti, agak tomboy, paling rame, selalu jadi penyegar suasana, sering muncul dengan ide brilian, tapi kadang idenya konyol. Rara Dewi, suka travelling, doyan jajan, agak penakut, dan setia kawan. Vivi, Hani, dan Rara adalah aktivis Sekolah Minggu Buddhis (SMB), mereka bertiga sangat kompak, teman-teman di vihara menyebut mereka Trio Vihara.
*********************************************************************************************
Sumber gambar: Google
Minggu, 11 Mei 2025 pukul 03.00 Vivi terbangun dari tidurnya karena suara petir. Vivi masih berbaring dan berusaha memejamkan matanya, tapi tetap tak bisa tertidur kembali. Sekarang belum saatnya untuk bangun, masih terlalu pagi.
Di luar suara tetesan air hujan masih terdengar dengan jelas. Hujan cukup deras. Vivi mengambil ponsel, lalu membuka koleksi musiknya. Vivi memilih playlist musiknya, lalu menekan tombol play. Vivi meletakkan ponsel di meja, tepat di samping tempat tidurnya.
Musik-musik lembut mengisi ruang dengarnya. Ini adalah koleksi instrumentalia milik Jayana, teman masa kecilnya yang kini sedang menyelesaikan pendidikannya di sebuah negara di Eropa. Sebenarnya ini lagu kesukaan Papanya Jayana, lagu-lagu ini sering diputar saat Vivi berkunjung ke rumah Jayana. Tanpa Vivi sadari, ia jadi menyukai instrumentalia ini.
Saat Vivi dan Jayana masih SD dulu, mereka bertetangga. Kemudian Jayana sekeluarga pindah ke luar kota. Akhirnya mereka bertemu kembali saat mereka sudah SMA. Jayana sering mengajak Vivi berkunjung ke rumahnya. Memang dulu Vivi akrab dengan Mamanya Jayana. Mama Jayana pandai membuat kue, Vivi sering kebagian kue buatan Mama Jayana. Saat SMA inilah Vivi jadi lebih sering main ke rumah Jayana, dari sinilah koleksi instrumentalia Papa Jayana “meracuni” Vivi.
“Jaya, aku menyukai instrumentalia yang sering diputar di rumahmu. Ada yang terdengar sangat indah dan manis, ada yang menghadirkan suasana sedih, ada pula yang terkesan misterius seolah membawa kita ke tempat yang berbeda, tapi aku menyukai semuanya,” kata Vivi.
“Kok perasaan Vivi bisa sama dengan apa yang aku rasakan ketika mendengarnya,” respon Jayana. “Playlist itu juga ada di ponselku,” lanjut Jayana.
“Tolong kirimkan semuanya ke ponselku ya?” pinta Vivi. Jayana menganggukkan kepalanya.
Ups … hampir lupa, hari ini Jayana berulang tahun. Tanpa bangun dari tidurnya, Vivi mengambil ponsel, lalu mengirimkan ucapan ultah kepada sahabatnya itu lewat WA. Vivi kemudian meletakkan kembali ponselnya, lanjut menikmati instrumentalia yang masih terdengar dari ponselnya.
Vivi tak tau pukul berapa ia kembali terlelap. Yang pasti, jika 9 instrumentalia yang terdiri dari Einsamer Hirte dan El Condor Pasa dari Leo Rojas, Kiss The Rain dan River Flows in You dari Yiruma, Silk Road dan Caravansary dari Kitaro, Ballade Pour Adeline dan Für Elise dari Richard Clayderman, serta Implora dari Diego Modena & Jean-Philippe Audin habis diputar, itu membutuhkan waktu sekitar 35 menit. Musik-musik indah itulah yang mengantar Vivi kembali terlelap.
* * * * * * * * * * *
Senin, 12 Mei 2025 sekitar pukul 06.00 Trio Vihara, yang terdiri dari Vivi, Hani, dan Rara sudah berada di vihara. Muda-mudi vihara yang lain juga sudah banyak yang hadir di vihara. Bahkan banyak di antara mereka yang menginap di vihara untuk menyiapkan panggung, sound system, aneka dekorasi, dan keperluan lain untuk menyambut Waisak 2025/2569.
Lagu-lagu Waisak seperti: Kelahiran Buddha Gotama, Malam Suci Waisak, Parinibbāna, dan Selamat Hari Waisak terus-menerus terdengar. Vivi, Hani, dan Rara juga sedang menyiapkan semua keperluan perayaan Waisak di SMB. Kemarin anak-anak sudah latihan puja berkali-kali, hari ini tinggal gladi bersih sekali lagi untuk memantapkan semuanya.
* * * * * * * * * * *
Perayaan Waisak 2025/2569 berlangsung sukses. Vihara dipenuhi umat Buddha. Baktisala penuh, tenda yang disiapkan juga sudah penuh, sampai semua ruangan di vihara dipenuhi umat Buddha.
Kini umat Buddha sedang menikmati nasi kotak yang dibagikan. Setelah makan siang akan dilanjutkan dengan acara visudhi.
“Cici, selamat Waisak,” ucap anak-anak SMB yang berpamitan setelah menerima bingkisan Waisak. “Selamat Waisak juga adik-adik,” jawab Vivi, Hani, dan Rara sambil membagikan bingkisan. “Habis ini Hani langsung pulang ya?” tanya salah seorang Cici, ortu siswa SMB. “Oh belum Ci. Kami standby di sini sampai besok pagi. Nanti malam pukul 23:55:29 ada perayaan detik-detik Waisak,” jawab Hani.
“Oh iya, saya sih inginnya ikut juga, tapi kayaknya nggak bisa deh. Repot punya bayi. Sekarang sedang dititipin ke neneknya, jadi harus cepat-cepat pulang,” lanjutnya.
“Oke, nggak apa Ci. Masih ada kesempatan di tahun-tahun mendatang. Adik-adik semua, sampai jumpa minggu depan ya …,” kata Vivi, Hani, dan Rara. “Baik Cici …,” teriak anak-anak SMB penuh antusias.
Dikutip dari Buletin KCBI edisi Mei 2025 halaman 66/67 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).
0 komentar:
Posting Komentar