Serial Trio Vihara: Ketika Dukkha Datang Menyapa

Seri Trio Vihara

Jaya Ratana

*********************************************************************************************

Vivi Muditavati, gadis manis berbadan gempal, berbakat jadi pemimpin, tempat curhat kedua teman akrabnya, ia anak yatim piatu. Hani Filianti, agak tomboy, paling rame, selalu jadi penyegar suasana, sering muncul dengan ide brilian, tapi kadang idenya konyol. Rara Dewi, suka travelling, doyan jajan, agak penakut, dan setia kawan. Vivi, Hani, dan Rara adalah aktivis Sekolah Minggu Buddhis (SMB), mereka bertiga sangat kompak, teman-teman di vihara menyebut mereka Trio Vihara.

*********************************************************************************************

 

Vivi sedang berbaring santai sejenak di kasur, melepas lelah setelah seharian berkutat dengan tugas-tugas kuliah. Matanya menatap langit-langit kamar. Suasana tenang, hanya ada suara musik yang diputarnya dari ponsel. 

Tiba-tiba musik terhenti, pertanda ada pesan masuk. Vivi bergerak mengambil ponselnya yang berada di atas meja belajar di samping kasurnya, lalu membuka aplikasi WA di ponselnya. 

Namo Buddhaya Ci Vivi. Vina mau curhat boleh nggak?” begitu WA dari Vina. Pesan itu berasal dari Vina, siswa SMB yang duduk di kelas 5 SD. “Namo Buddhaya Vina. Boleh saja. Curhatnya besok ‘kan, setelah kelas SMB?” Vivi memastikan. Tak lama kemudian masuk pesan balasan dari Vina “Iya Ci.” “Oke, sampai besok ya …” balas Vivi. “Anumodana Cici ️,” Vina mengakhiri chat-nya dengan 3 emoticon love 

*  *  *  *  *  *  *  *  *  * 

Kegiatan SMB berjalan lancar seperti minggu-minggu sebelumnya. Siswa SMB sedang menikmati snack yang dibagikan. Hani dan Rara sedang berkumpul dengan siswa SMB yang terlihat menikmati snack sambil sesekali ngobrol. Sementara Cici dan Koko Pembina yang lain sedang merapikan perlengkapan yang tadi digunakan untuk kegiatan SMB.

“Aku keluar sebentar ya,” pamit Vivi kepada Hani dan Rara. “Oke …” jawab kedua sahabatnya. Vivi berjalan perlahan sambil menggandeng tangan Vina. Keduanya menuju ruang meditasi di lantai dua. Tempat yang sepi, cocok untuk ngobrol berdua tanpa banyak gangguan.  

“Nah … silakan curhat,” kata Vivi setelah mereka berdua duduk di pojokan ruang meditasi. Vina diam, suasana hening. Vivi pun diam, memberikan kesempatan kepada Vina menyiapkan diri. 

“Ci, Stella sahabat Vina akan pindah ke Yogyakarta, ikut orang tuanya,” Vina mulai cerita. Vivi menatap wajah Vina, jelas terlihat raut kesedihan di sana. Vivi tetap diam, memberikan kesempatan bagi Vina untuk melanjutkan ceritanya. “Biasanya ‘kan berpisah dengan teman itu setelah tamat sekolah? Ini baru kelas 5 akan naik ke kelas 6, Stella akan pindah. Vina sedih, Vina akan kehilangan sahabat terbaik. Kehilangan teman tempat saling curhat, teman main yang asyik,” lanjutnya.  

“Fuuuh …,”  Vivi mengembuskan napasnya perlahan. “Memang sedih berpisah dengan sahabat kita. Cepat atau lambat kita pasti akan kehilangan. Berpisah dengan yang kita cintai adalah dukkha, begitu pun berkumpul dengan yang kita benci. Cici juga pernah mengalami hal itu, berpisah dengan yang dicinta. Malah dua kali,” Vivi berhenti sejenak.  

“Sahabat Cici juga pindah sekolah?” tanya Vina polos. “Bukan. Cici kehilangan Papa dan Mama. Mereka meninggal saat Cici masih SMA,” tanpa disadari, mata Vivi berkaca-kaca. “Oh, maaf. Cici jadi sedih. Maafkan Vina,” kata Vina. 

Nggak apa, sudah cukup lama berlalu. Namun, ketika teringat mereka, rasa sedih itu selalu hadir. Perpisahan itu bisa perpisahan sementara dan perpisahan selamanya. Vina hanya berpisah sementara. Vina masih bisa berhubungan lewat WA atau video call. Ada juga perpisahan selamanya. Cici sudah tidak bisa ngobrol dengan Mama dan Papa,” Vivi memandangi Vina. 

“Vina tidak perlu terlalu bersedih. Vina masih bisa tetap berkomunikasi lewat WA atau ngobrol via video call. Hanya terpisah jarak untuk sementara. Mungkin pas liburan sekolah, Stella bisa berlibur ke sini. Iya ‘kan?” tanya Vivi.  

Vina mengangguk. Wajahnya sudah tidak semurung tadi. “Jadi Vina jangan sedih lagi, kalian masih bisa saling berkirim pesan atau ngobrol kok. Kalau Vina ada masalah, bisa juga curhat ke Ci Vivi,” lanjut Vivi sambil memeluk Vina, seolah memberikan kekuatan bagi Vina untuk menghadapi dukkha karena berpisah dengan yang dicintai. “Iya Ci Vivi,” ucap Vina.

 

Dikutip dari Buletin KCBI edisi September 2025 halaman 29/30 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).   

0 komentar: