Tiba-tiba aku tertarik melihat seorang wanita setengah baya. Kalau tidak bisa dikatakan sudah sepuh...
Berjalan tertatih, sudah agak membungkuk dengan kemoceng di tangan dan serbet seadanya di pundaknya.
Sang wanita, datang menghampiri patung, dan berkata. "Gusti Yesus. Gusti Maria... nyuwun sewu . . . kulo bade resik-resik...!!!"
Sekitar 1/2 jam berlalu... si ibu lalu selesai melakukan pekerjaannya.
Aku tertarik... jiwa isengku kumat... aku ikuti si ibu.
Di halaman gereja yang juga bersebelahan dengan sebuah sekolah Katholik yang cukup ternama di kota itu, ternyata beliau menggelar jualannya... si ibu jualan nasi pecel. Agak jauh aku terus perhatikan si ibu.
"Memang biasa bersih-bersih di gereja to Bu . . . ???"
"Iya mas... sudah terbiasa dari dulu..."
"Sudah berapa lama Bu... ???"
"Wah Mas sejak gadis..."
Wuih. Sudah lama banget itu pasti pikirku... aku makin iseng nanya-nya.
"Kok tadi tidak sisan ikut misa pagi to Bu... ??? Dan aku kayanya tidak pernah liat Ibu selama ini... !?!"
Si Ibu senyum, sambil ngasih nasi pecel pincu'an pesenanku... terus beliau ngomong.
"Saya Muslim Mas... "
Deg . . . bengong aku dengarnya. Lama aku pegang tuh nasi pecel sambil bengong ngeliatin si Ibu. Tidak karuan rasanya hati ini.
"Dari muda aku sudah jualan di tempat ini Mas. Aku dapat rezeki di tempat ini... 'kan tidak ada salahnya aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku pada Yang Punya Tempat Ini. Aku gak salah to Mas . . . ?!?"
Aku gelagepan ditanya gitu. "Wah ya tidak . . . to Bu. Ibu hebat banget... Ibu dibayar...?!?
"Saya tidak pernah minta itu Mas. Saya ikhlas melakukannya... Sekedar menunjukkan rasa terima kasih saya. Tapi mungkin sekitar 5 tahun ini Romo Maringi memberi saya 100 ribu sebulan..."
"Putra berapa Bu...???
"3 Mas. 1 laki dan 2 perempuan. Sudah selesai semua mas..."
"Maksud Ibu...???"
"Yang perempuan dua-duanya sudah nikah dan hidupnya lumayan. Yang laki-laki 4 tahun lalu sudah lulus sekarang sudah kerja..."
"Lulus apa Bu...???"
"Ekonomi Mas..., sarjana. Wah Ibu gak ngerti Mas masalah itu... yang penting mereka semua sudah bisa nguripi [menghidupkan] hidup mereka sendiri-sendiri. Saya sekarang tetep jualan karena memang ini yang cuma saya bisa Mas... Tidak pengen nganggur di rumah..."
"Nyuwun sewu... Bapak masih ada Bu...?"
"Masih Mas. Tuh mbecak... mangkalnya."
"Mungkin saya keliatan aneh ya Mas... Saya Muslim... Saya sholat, tapi saya masuk ke gereja, mungkin bahasa Mas, saya berdoa di sana... Saya sendiri tidak ngerasa berdoa di sana...
Saya cuma minta izin dan minta restu saja. Tapi mungkin ini bisa buat Mas bawa pulang nanti, kalau Tuhan itu ada di mana-mana, dan Dia itu untuk siapa saja, tidak pernah membeda-bedakan... manusia saja mas yang senengnya membeda-bedakan. Maaf ya Mas kalau saya salah... maklum orang kecil dan bodoh saya... tidak pernah nyicipin bangku-sekolah..."
"Tidak Bu... Ibu tidak salah... Ibu hebat... bahkan mungkin dari orang yang paling pinter sekalipun. Beruntung saya bisa ketemu Ibu..."
Aku tidak sanggup ngomong apa-apa lagi... setelah pamit... aku jalan kaki pulang ke tempat aku tinggal dan hari itu tidak habis rasa kagumku pada si Ibu. Dengan kesederhanaannya... beliau mengajarkan aku dan menunjukkan aku satu hal yang sangat luar biasa.
"Tuhan ada di mana-mana... Tuhan ada buat semua orang..." Selama kita pasrah. berserah, percaya dan tulus meminta pada-Nya...
Dia pasti menunjukkan jalan buat kita...
God Bless You, Mbok Narti . . .
God Bless You and your family.
[Kejadian itu mungkin sekitar 5 tahun lalu, dan 2 tahun setelah itu aku ke sana lagi... beliau sudah tidak berjualan. padahal kangen aku pengen ketemu beliau... mungkin beliau sudah pulang ke rumah Bapak di Sorga ataupun sudah dilarang anak-anaknya jualan lagi... dan berbahagia bersama cucu-cucunya...]
Sumber: BC dari teman (edit bahasa Indonesia oleh Hendry Filcozwei Jan), 18 Agustus 2015
0 komentar:
Posting Komentar