Peristiwa
suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting,
bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Sebab, dengan
terjadinya peristiwa Asadha itulah, maka sampai saat ini umat Buddha
masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hidup dan
kehidupan ini; Buddha Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada
pertengahannya, dan indah pada akhirnya.
Hari suci Asadha memperingati tiga peristiwa penting, yaitu:
- Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.
- Terbentuknya sangha Bhikkhu yang pertama.
- Lengkapnya Tiratana/Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Tepat
dua bulan setelah mencapai Penerangan Sempurna, Sang Buddha membabarkan
Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa
Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Lima orang pertapa, bekas
teman berjuang dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan
orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan
mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Mereka yang kemudian disebut Panca Vaggiya Bhikkhu ini adalah Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Sang Buddha membentuk Sangha Bhikkhu yang
pertama (tahun 588 Sebelum Masehi). Dengan terbentuknya Sangha, maka
Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan
Dhamma (yang ditemukan oleh Sang Buddha).
Tiratana
atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma, dan
Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha
berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana
(Trisarana). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha
memilih Sang Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung
kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung
kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha.
Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa
Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Sang Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Sang Buddha mengajarkan mengenai Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan Mulia itu terdiri atas:
- Dukkha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang adanya dukkha.
- Dukkha Samudaya Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang sebab dukkha.
- Dukkha Nirodha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya dukkha.
- Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang Jalan untuk melenyapkan dukkha.
Sang Buddha mengajarkan bahwa hidup dalam bentuk apa pun adalah dukkha
atau penderitaan. Umat Buddha tidak boleh menutup mata pada kebenaran
tentang adanya penderitaan yang mencengkeram kehidupan ini. Umat Buddha
harus menyadari dan mengakui kenyataan bahwa hidup ini adalah
penderitaan. Umat Buddha harus menghadapi penderitaan yang datang
padanya dengan tabah.
Selanjutnya, umat Buddha harus berusaha mencabut akar penderitaan itu, agar tidak ber-tumimbal lahir terus menerus. Sang Buddha mengajarkan bahwa akar atau sebab penderitaan itu adalah tanha atau nafsu-nafsu keinginan rendah yang tidak ada habis-habisnya. Tanha terdiri atas tiga jenis, yaitu:
- Kama tanha, yang berarti keinginan akan kenikmatann-kenikmatan indria.
- Bhava tanha, yang berarti keinginan akan kelangsungan atau perwujudan.
- Vibhava tanha, yang berarti keinginan akan pemusnahan.
Hanya dengan terpotongnya sebab penderitaan atau tanha sampai keakar-akarnya, maka kebahagiaan tertinggi dapat dicapai. Hanya dengan dilenyapkanya tanha, maka dukkha juga dapat dilenyapkan. Lenyapnya dukkha berarti tercapainya Nibbana.
Sang Buddha mengajarkan bahwa ada satu jalan untuk membebaskan makhluk dari penderitaan, yaitu Ariya Atthangika Magga
(Jalan Mulia Berunsur Delapan). Jalan yang Agung dan Keramat ini
hanyalah satu, tetapi terdiri atas delapan unsur yang tidak dapat
dipisah-pisahkan satu dari yang lainnya. Jalan Keramat ini dikenal juga
sebagai “Jalan Tengah" (Majjhima Patipada), karena “Jalan” ini
mengindari dan berada di luar cara hidup yang ekstrem, yaitu pemuasan
nafsu yang berlebih-lebihan dan penyiksaan diri.
Ariya Atthangika Magga ini terdiri atas:
- Samma Ditthi, yang berarti Pandangan Benar.
- Samma Sankappa, yang berarti Pikiran Benar.
- Samma Vaca, yang berarti Ucapan Benar.
- Samma Kammanta, yang berarti Perbuatan Benar.
- Samma Ajiva, yang berarti Penghidupan Benar.
- Samma Vayama, yang berarti Daya Upaya Benar.
- Samma Sati, yang berarti Perhatian Benar.
- Samma Samadhi, yang berarti Konsentrasi Benar.
Ariya Atthangika Magga dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: sila, samadhi, dan panna. Umat Buddha harus mengembangkan latihan sila, samadhi, dan panna dalam kehidupan sehari-hari. Memang tidak mudah untuk melakukan hal ini. Tetapi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin.
Sila berarti prilaku yang baik atau tingkah laku yang luhur. Sila meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu: Samma Vaca, Samma Kammanta, dan Samma Ajiva.
Samadhi berarti konsentrasi, yaitu pemusatan pikiran pada satu objek yang baik. Samadhi meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Vayama, Samma Sati, dan Samma Samadhi.
Panna berati kebijaksanaan luhur, yaitu mengetahui antara yang benar dan tidak benar, yang berguna dan tidak berguna. Panna meliputi dua bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Ditthi dan Samma Sankhappa.
Sang Buddha telah mewariskan Cattari Ariya Saccani
untuk direalisasikan agar dapat melepaskan diri dari siklus kelahiran
yang berulang-ulang yang penuh dengan penderitaan ini. Ya… umat Buddha
harus berjuang dengan gigih dalam kehidupan sehari-hari, untuk
memperkecil sebab-sebab penderitaan, untuk mencapai kebahagiaan setahap
demi setahap. Ingatlah, hanya dengan berjuang sungguh-sungguh dalam
Dhamma dan Vinaya, barulah orang dapat diri masing-masing.
Dalam Ratana Sutta bait kesembilan terdapat sabda Sang Buddha sebagai berikut:
“ Mereka yang telah menembus Empat Kesunyataan Mulia,
yang dibabarkan dengan jelas oleh Sang Maha Bijaksana,
meskipun belum sempurna,
namun mereka tidak akan mengalami kelahiran yang kedelapan.”
Ini berarti bahwa mereka mencapai tingkat kesucian Sotapanna, yang akan lahir paling banyak tujuh kali lagi.
Ingin melihat semua posting berisi penjelasan tentang hari besar agama Buddha? Klik label: Hari Besar
Penjelasan tentang makna hari-hari besar agama Buddha ini dikutip dari: Samaggi Phala
0 komentar:
Posting Komentar