Senin, 13 Mei 2019 penulis mengirimkan BC via WA (survei kecil-kecilan tentang SMB = Sekolah Minggu Buddhis). Penulis kirim ke banyak teman-teman Buddhis, juga kirim ke beberapa group WA Buddhis, serta minta bantuan agar mereka bantu BC/share ke teman se-Dhamma. Seorang teman (Montiar) memasukkan survei ini ke Mading Maitri Dharma di FB.
Pengantarnya berisi keprihatinan melihat SMB yang sepi. Apa sih penyebabnya? Padahal fondasi agama sangat penting bagi anak-anak (generasi Buddhis mendatang).
Kami juga menginfokan bahwa kami merencanakan (sebenarnya sudah mulai jalan, Litar Suryadi sudah memulainya di Tangerang, Jakarta, Bogor, dan sekitarnya), Magic for Dhamma. Kami menggunakan sulap sebagai media pembabaran Dhamma agar anak-anak tertarik untuk ikut SMB.
Penulis juga sajikan apa saja kegiatan SMB yang penulis tau. Nah... apa kegiatan SMB yang Anda tau, dan apa saran untuk SMB agar anak-anak Buddhis rutin ikut SMB?
Dalam BC yang penulis kirim sudah ada tautan/link (tinggal klik), penerima BC langsung terhubung ke WA dan dapat mengirim info dan saran tentang SMB. Penulis juga berjanji akan mendiskusikan saran yang masuk, menyampaikannya ke Pembina SMB yang penulis kenal, dan menampilkan saran-saran yang masuk ke aplikasi "Buddha Pedia" agar Pembina SMB di semua kota di Indonesia dapat menerapkan jika tertarik. Anda bisa baca isi BC selengkapnya di sini (klik saja): Montiar
Hari ini Jumat, 17 Mei 2019 survei kami tutup, dan di sini kami tampilkan saran-saran yang kami terima.
Oh iya, jika Anda ingin download aplikasi "Buddha Pedia" dan "Majalah SMB", silakan klik tautan berikut:
www.tiny.cc/buddhapedia-apps
www.tiny.cc/majalahsmb
Untuk jangka panjang, Mr. X mengharapkan ada sekolah Buddhis dengan kualitas tinggi. Dengan adanya sekolah Buddhis, anak-anak tidak hanya belajar Dhamma seminggu sekali, tapi menerapkan Dhamma setiap hari.
Miss Y, Bandung: menyarankan pembagian kelas yang lebih baik (selama ini range umurnya terlalu besar), kegiatan lebih variatif (tidak selalu mewarnai, misal: menari, menyanyi, kreativitas lain, kelas Mandarin, dan lain-lain), wawasan Pembina SMB perlu ditingkatkan, pembabaran Dhamma harus lebih menarik, libatkan orangtua anak, ruang belajar yang ada kurang memadai, jam SMB terlalu pagi (sebaiknya 09.30 atau 10.00), dan konsumsi sebaiknya makan siang karena jam-nya sudah mendekati waktu makan siang.
Nah itu saran-saran yang masuk untuk SMB. Sekali lagi, terima kasih atas kepedulian rekan-rekan se-Dhamma.
Lho... kok cuma 2 saran yang dimuat? Info di awal posting ini ada 200 pesan WA yang masuk? Ups... maaf, angkanya salah tulis, seharusnya 002, bukan 200.
Agak miris juga mendapatkan fakta ini. Survei (BC) yang dikirim, mungkin sudah diterima dan dibaca sekitar 200 orang, yang kirim saran hanya 2 orang (hanya 1% yang mengirimkan saran).
Idealnya memang ke depannya banyak sekolah Buddhis berkualitas (ada di berbagai kota di Indonesia). Untuk sampai ke sana memang tidak mudah, butuh dana yang sangat besar untuk membangun sekolah Buddhis berkualitas bagus. Realitasnya, sekolah Buddhis yang ada saja masih terseok-seok untuk mendapatkan murid. Bahkan ada sekolah Buddhis yang sudah tutup karena kalah bersaing dalam mendapatkan murid.
Ehm... mudah-mudahan kelak banyak pengusaha kaya (konglomerat) yang peduli dan mau berkorban membangun sekolah Buddhis berkualitas di berbagai kota. Agak berlebihan nggak ya harapan ini, mengingat kepedulian "sekadar" mengirim saran via WA pun agak minim?
0 komentar:
Posting Komentar