Ada
begitu banyak kisah miris sepanjang pandemi, jangan lupa sebaliknya juga ada
begitu banyak kisah menarik, Anda boleh bebas mengeker mau fokus pada yang mana.
Sebaiknya jangan membandingkan kisah mana yang lebih banyak atau sedikit,
karena, serius itu tidak penting!
Tanggal 8 Agustus 2020 (08082020)
angka cantik. Ada seorang teman meminta saya memberikan visudhi secara daring.
Bagi Anda yang belum tahu, visudhi itu seremoni untuk menerima tiga
perlindungan dan berkomitmen melaksanakan panca-sila Buddhis, sekaligus secara
resmi menjadi umat Buddha.
Teman saya punya teman, sebut saja
C. Saya belum kenal dengan C, jadi pada hari H visudhi daring, saya berbincang-bincang
ringan dengannya. Saya tanya, “Mohon maaf, apakah boleh tahu Anda beragama apa
sebelumnya?” Dia menjawab, “Islam, Bhante, sebetulnya ayah saya muslim, dan ibu
saya katolik.”
Saya langsung balas, “Sudahlah,
Kamu tak perlu pindah agama, tetap saja di Islam. Anda boleh kok boleh belajar
ajaran Buddha, juga praktik meditasi tanpa harus beragama Buddha.” Dia langsung
jawab, “Jangan Bhante, saya sudah niat sejak lama, saya sudah yakin untuk
pindah, saya sudah selidiki dan mencari tahu tentang agama Buddha, saya hanya
mengikuti kata hati saya.”
Dia juga bilang, karena pandemi
sehingga dia mengurungkan niatnya cukup lama. Dia sudah bertekad penuh untuk
secara resmi masuk agama Buddha pada hari itu. Lalu saya bilang ke dia,
“Baiklah saya akan mem-visudhi Anda pada hari ini, tapi saya punya syarat yah.”
Dia jawab, “Siap Bhante.”
“Baiklah, sekarang gurumu ada tiga
orang, pertama Nabi Muhammad, kedua Yesus Kristus, dan ketiga Buddha.” Baru
saja saya menyelesaikan kalimat itu; eh… entah kenapa tiba-tiba dia mengusap
matanya, tertampak di layar zoom, air matanya sedang bercucuran.
Awalnya saya kira, mungkin matanya
kena debu? Atau ada ucapan saya yang salah? Salah semuanya, ternyata ada
sesuatu yang menyentuh hatinya, sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam,
tertampak itu air mata ketulusan.
Padahal saya ingin menyampaikan
bahwa Nabi Muhammad dan Yesus Kristus adalah sosok luar bisa yang telah banyak
mengajarkan kebaikan, kebajikan, dan kearifan; jadi dia tetap harus menghormati
guru-guru sebelumnya.
Agama Buddha memang terbuka dengan
hal demikian, boleh belajar dengan banyak guru, walaupun guru utamanya tetaplah
Buddha. Teringat kisah Bhante Sariputra yang sebelumnya berguru kepada Sanjaya.
Ketika Sariputra ingin berguru kepada Buddha, maka Buddha juga memberikan
syarat serupa, bahwa Sariputra tetap harus menghormati guru sebelumnya.
Tampaknya C sudah mengerti maksud
saya. Saya lanjut lagi, syarat selanjutnya adalah “Mulai hari ini, Kamu tidak
boleh berbicara jelek tentang agamamu sebelumnya.” Dia jawab, “Iya Bhante.”
Bukan agama yang jelek, tapi pikiran kitalah yang jelek.
Mengapa demikian? Karena acap kali
orang pindah agama karena kekecewaan pada organisasi atau orang tertentu. Lalu
dia dengan naif menjelek-jelekkan agama sebelumnya, padahal bukan permasalahan
agamanya kok. Hendaknya kita jangan mau menjadi korban kekecewaan.
Visudhi pun dimulai dengan bersujud
terima kasih kepada orang tua yang telah menghadirkan dia ke dunia ini, kepada
guru spiritual yang mengajarkan maitri (cinta kasih) dan prajna (kearifan),
kepada para kalyana mitra (sahabat spiritual) yang mendukung dalam sepanjang
jalan, dan kepada semua mahkluk termasuk mineral.
Selanjutnya adalah transmisi Tiga
Perlindungan (Trisarana) yaitu kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, dan
membacakan panca-sila Buddhis sebagai komitmennya. Panca-sila Buddhis ini saya
ambil dari versi revisi tradisi yang saya tekuni. Anda boleh membacanya lewat
pranala ini.
Upacara visudhi cukup singkat,
sekitar 30 menit lebih, dan ditutup dengan pidato 2 menit dari C. Masih sama,
sambil bicara sambil mengusap air mata. Tampaknya memang dia sudah bertekad
bulat untuk menjadi murid Buddha pada hari itu.
Saya pertama kali memberikan
visudhi secara daring, berkat teknologi sehingga bisa dilakukan demikian. Jika
Buddha masih hidup, lalu berada dalam pandemi Covid-19, apakah Buddha juga akan
memberikan visudhi lewat zoom?
Sumber: Nyana Bhadra
0 komentar:
Posting Komentar