Bhikkhuṇī Soṇā
Unggul Dalam Pengerahan Daya
Ketika muda, aku mencurahkan seluruh hidup demi sepuluh anak-anakku. Setelah semua anak kami menikah, suamiku menjadi bhikkhu. Aku membagi semua harta kepada anak-anak. Mereka lalu menyokongku secara bergantian. Selang beberapa waktu, mereka mulai merasa aku menjadi beban dan menolak merawatku. Mereka lupa akan kebajikan dan kasih ibu mereka.
Dalam keperihan hati, aku menemui Bhagavā. Setelah mendengarkan Dhamma-Nya, aku tak lagi sedih dan kecewa pada anak-anakku. Aku memutuskan menjadi bhikkhuṇī.
Aku menyadari usiaku sudah tua. Aku tidak menyia-nyiakan waktu. Aku mengurangi waktu tidur, belajar Dhamma dengan tekun dan bersemadi sepanjang malam. Sambil berlatih aku juga melayani para bhikkhuṇī, seperti memasak air, membersihkan wihara. Dengan mata batin, Bhagavā melihat semangat juangku yang begitu gigih, Ia lalu muncul di hadapanku dan membangkitkan semangatku. Aku makin tekun berlatih hingga menjadi Arahanta.
Dengan sengaja, aku menunjukkan pencapaian spiritual agar para bhikkhuṇī yang senang mencelaku tidak berbuat karma buruk. Aku mengisi sebuah guci dengan air, lalu memanaskan air itu dengan kesaktian. Saat rekan-rekanku menemukan air di guci panas tanpa api, mereka mengerti bahwa aku sudah menembusi tataran spiritual yang tinggi dan meminta maaf kepadaku.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar