Upāsikā Uttarā Nandamātā
Unggul dalam Bersemadi
Suatu ketika, aku bederma makanan kepada Bhagavā dan para bhikkhu selama tujuh hari berturut-turut. Dalam tujuh hari itu pula Bhagavā mengajarkan Dhamma kepada aku dan orangtuaku, sehingga kami mencapai kesucian pertama.
Kebaikan keluarga kami dikenal banyak orang, sehingga datanglah seorang hartawan bernama Sumana yang ingin meminangku. Ayah ingin aku menikah dengan orang yang menghormati Dhamma. Ia berkata, “Putriku adalah pengikut Bhagavā. Setiap hari ia membeli bunga seharga 1 keping emas dan mempersembahkannya kepada Buddha.” Sumana segera menjawab, “Kalau begitu, aku akan memberi 2 keping emas kepada Uttarā setiap hari, sehingga ia bisa membeli bunga lebih banyak untuk Buddha.” Ayah setuju dan aku pun menikah dengan Sumana.
Sebelum menikah, aku selalu menjalani delapan sila selama hari uposatha. Namun, setelah menikah, Sumana melarang aku menjalani delapan sila. Saat musim hujan, aku meminta izin untuk menjalani delapan sila, tapi suamiku menolak dengan kasar.
Saat musim hujan akan berakhir, ayah memberiku uang agar aku bisa menyewa penghibur bernama Sirimā untuk menemani suamiku selama dua minggu, sehingga aku bisa menjalani delapan sila dan menyiapkan derma.
Ketika aku sedang menyiapkan derma makanan, suamiku tersenyum karena menganggapku dungu. Sirimā cemburu melihat senyuman itu. Ia menciduk minyak panas dan menuangkannya ke kepalaku.
Aku bertekad untuk tidak marah dan bertekad “Jika aku marah, biarlah minyak itu membakarku. Jika tidak, biarlah minyak itu tak membakarku.” Ketika minyak itu diguyurkan di atas kepalaku, karena batinku penuh kasih sayang, minyak itu hanya terasa seperti air dingin. Para pelayan lalu memukuli Sirimā. Aku menghentikan mereka dan mengobati Sirimā.
Sirimā memohon maaf kepadaku. Aku minta agar ia memohon maaf kepada “Ayahku”, yaitu Bhagavā, yang mengajarkan Dhamma. Esoknya, Bhagavā memuji perbuatanku. Bhagavā lalu membabarkan Dhamma. Pada akhir pembabaran ini, aku menembusi kesucian Sakadāgāmῑ. Suami dan kedua mertuaku, serta Sirimā dan teman-temanku pun mencapai Sotāpatti.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar