Anumodana
Dalam bahasa Pāli, kata anumodana
berasal dari akar kata ‘mud’ yang berarti ‘berbahagia, senang atau gembira.
Kata-kata seperti pamodana, modana, anumodati, pamodati, modati, pamudita,
anumudita, mudita dan masih banyak lagi memiliki akar kata yang sama, ‘mud’.
Istilah ‘anumodana’ berasal dari awalan ‘anu’ + akar kata ‘mud’ dan akhiran
‘ana’. Awalan ‘anu’ biasanya mengacu pada arti ‘mengikuti atau turut’.
Sebagai contoh, kata ‘anugacchati’ yang berarti ‘berjalan mengikuti dari belakang atau mengekor ’ berasal dari awalan ‘anu’ dan ‘gacchati’ yang berarti ‘pergi’.
Akar kata ‘mud’, seperti yang dijelaskan di depan, bermakna ‘berbahagia, senang atau gembira’. Sementara itu, akhiran ‘ana’ diberikan untuk membuat kata tersebut menjadi kata benda. Mungkin kita bertanya, kenapa setelah awalan, akar kata dan akhiran ini digabung, kok menjadi ‘anumudana’? Sudah menjadi rule dalam bahasa Pali bahwa akar kata yang memiliki huruf hidup ‘u’, setelah diberi akhiran yang membuatnya menjadi kata benda, biasanya akan berubah menjadi ‘o’.
Contoh yang lain, akar kata ‘lubh’ diberi akhiran ‘a’ menjadi lobha; akar kata ‘dus’ diberi akhiran ‘a’ menjadi dosa, bahkan kata du + mana (keseluruhannya berarti pikiran stress) menjadi domana.
Anumodana yang dikategorikan kedalam kata benda ini berarti “turut berbahagia”.
Berikut ini adalah kata-kata yang memiliki kemiripan arti:
– Anumodati – dia berbahagia.
– Anumodanti – mereka berbahagia.
– Anumodasi – kamu berbahagia.
– Anumodatha – Anda semua berbahagia.
– Anumodāmi – saya berbahagia.
– Anumodāma – kami berbahagia.
– Anumodana – turut berbahagia (follow to rejoice).
– Anumodanaṃ katvā – setelah ikut berbahagia.
– Anumodanakathā – kata2 mengenai
anumodana.
– dll.
Meskipun secara literal kata anumodana berarti ‘turut berbahagia’, dalam kitab
suci agama Buddha kata ini selalu digunakan dalam arti yang positif. Biasanya
kata ini diungkapkan sebagai perasaan turut berbahagia ketika orang lain
berbahagia karena telah melakukan kebajikan.
Dalam Vinayapiṭaka, para bhikkhu bahkan diwajibkan untuk memberikan anumodanakathā kepada umat awam setelah mereka
selesai makan terutama dalam undangan makan. Khotbah yang diberikan para bhikkhu
sebelum atau sesudah umat awam memberikan dana makanan disebut anumodanakathā.
Bahkan ketika seorang bhikkhu atau siapa saja mengucapkan “sukhi hotu –semoga Anda bahagia” khususnya sebagai wujud terima kasihnya kepada orang lain yang
telah berbuat kebajikan kepadanya, ini juga termasuk anumodana.
Sebagai contoh, dalam kitab komentar ada kalimat, “Sā there gharadvāraṃ sampatte pattaṃ gahetvā sappiphāṇitayojitassa khīrapiṇḍapātassa pūretvā hatthe ṭhapesi. Thero “sukhaṃ hotī”ti anumodanaṃ katvā pakkāmi – setelah mengambil mangkok
bhikkhu (thera) yang telah berdiri di pintu rumah, wanita itu memenuhi (mangkok
itu) dengan susu, ghee dan gula dan meletakannya ke tangan (bhikkhu tersebut).
Sang bhikkhu pergi setelah memberikan anumodana (dengan mengucapkan), ‘semoga Anda berbahagia’”.
Kata-kata anumodana tidak mengharuskan berupa kata-kata yang secara langsung
mengungkapkan kata-kata terimakasih. Kata-kata ini bisa berupa Dhamma. Ini
terbukti bahwa pada masa Sang Buddha, banyak orang yang mencapai kesucian
ketika mendengarkan anumodanakathā dari Sang Buddha atau para bhikkhu.
Contohnya, ibu dan istri Yasa mencapai Sotapanna setelah mendengarkan
anumodanakathā yang diberikan Sang Buddha. Contoh lain terdapat dalam Kitab
komentar Majjhimanikāya, 3, hal. 283 versi P.T.S sebagai berikut:
“Sā ekadivasaṃ vīthiṃ olokentī ṭhitā kassapassa bhagavato aggasāvakaṃ disvā pakkosāpetvā piṇḍapātaṃ datvā anumodanaṃ suṇamānāyeva sotāpannā hutvā…” – Suatu hari, ketika sedang
melihat ke jalan dan berdiri, wanita tersebut melihat murid tertinggi Buddha
kassapa. Ia menyapanya dan memberikan dana makanan. Sewaktu mendengarkan
anumodana, ia mencapai kesucian sotapanna”.
Kesimpulannya, anumodana biasanya digunakan pada saat seseorang, bhikkhu maupun
umat awam untuk mengungkapkan terima kasihnya kepada orang lain yang telah
berbuat kebajikan.
Karena kata ini selalu bersifat positif, maka tidak tepat dan tidak boleh
dipergunakan kata anumodana atau turut berbahagia ini kepada orang lain yang
berbahagia setelah memberikan sesuatu yang negatif kepada kita, misalnya
narkoba.
Kata anumodana di dalam tulisan seringkali dinyatakan dengan ”muditacittena”
artinya ungkapan anumodana atas kebaikan atau kebahagiaan yang telah dilakukan
dan diterima oleh pihak lain.
Sumber: Samaggi Phala
0 komentar:
Posting Komentar