Gadis Cantik Ini Memilih Menjadi Bhiksubi setelah Lulus dari Kuliah
Jennifer
Lie | Monday, 16 June 2014 14.22 PM Person
Berusia muda, sedang meniti karir yang gemilang, dan cantik, namun Ma Ying yang
lahir tahun 1988, justru memilih untuk menjadi seorang bhiksuni. Dunia maya
terkejut ketika membaca kisahnya dan melihat foto dirinya yang anggun dan
tenang dalam jubah bhiksuni di jejaring sosial China, Weibo.
Ma Ying yang memiliki nama Buddhis Caizhen Wangmu memutuskan menjadi bhiksuni
ketika ia berkunjung ke Gunung Zaga di Provinsi Xinlong, Tiongkok pada bulan
Juli 2012. Keputusannya terjadi secara natural, ”Ide itu tidak pernah muncul di
kepala saya hingga saya mencapai puncak gunung. Saya ingin tinggal di gunung
selamanya.”
Akhirnya pada Oktober 2012 ia ditahbiskan sebagai bhiksuni di Kuil Dongzhi yang
berada di gunung yang sama. Kuil tersebut terletak di tengah pegunungan yang
tertutup salju di wilayah Ganzi, daerah otonom Tibet di Provinsi Sichuan, sekitar
4.200 meter di atas permukaan laut. Padahal di saat itu, ia baru saja meniti
karirnya di sebuah perusahaan dan sedang banyak-banyaknya menerima tawaran
pekerjaan karena prestasinya yang baik. Ia baru saja lulus dari Universitas
Qingdao, Tiongkok. Namun ia menolak semua tawaran pekerjaan itu, mengorbankan
kesempatan untuk meraih masa depan yang gemilang di dunia korporat demi menjadi
seorang bhiksuni.
Perkenalannya dengan Buddhisme juga belumlah terlalu lama, yaitu di tahun 2009.
Maka, ketika banyak yang menanyakan motivasinya menjadi bhiksuni, ia pun
menjawab, “Tidak ada sesuatu pun yang terjadi padaku sebelumnya dan saya tidak
sedang lari dari realitas. Keputusan ini diambil bukan karena keberanian,
karena semua terjadi secara natural dan saya adalah seorang yang tidak
melekat.”
Ia menambahkan, keputusannya diambil dengan matang, ”Menjadi bhiksuni bukanlah
untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam pikiran kita, melainkan mengajarkan
kita untuk melatih pikiran kita.”
“Saya sering menjawab bahwa tidak perlu keberanian apa pun, sama seperti Anda
membuang besi tua ketika Anda mendapatkan emas. Ketika Anda belajar dan
berlatih lebih dalam Buddhisme, Anda akan menemukan setiap ucapan yang Buddha
ajarkan adalah benar dan bijak. Keputusan itu tidak sulit sama sekali,“
tambahnya.
Di kuil tersebut, Caizhen Wangmu bukanlah satu-satunya orang muda, sekitar 80%
dari bhiksu dan bhiksuni di sana adalah orang muda yang terlahir pada tahun
1980-an hingga 1990-an. Maka, tak heran bila ia sangat melek teknologi. Setiap
kali ia dan rekannya turun ke kota-kota untuk mempromosikan Buddhisme, mereka
pun menyempatkan diri untuk membagikan konsep Buddhisme melalui dunia maya.
Bagi mereka, kekuatan jejaring sosial harus digunakan untuk berbagi konsep
Buddhisme.
“Tiap bulan, kami menerima uang saku sebesar 100 yuan (sekitar Rp 190 ribu)
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. Terkadang uang itu berlebih dan
saya tabung,” kata Caizhen Wangmu. “Hanya ada satu toko kelontong di gunung,
namun kuil telah menyediakan akomodasi dan makanan untuk kami sehari-hari.”
Seperti bhiksu dan bhiksuni lainnya, Tsechen Wongmu juga bertujuan untuk membantu semua makhluk hidup lepas dari penderitaan. Ia ingin membantu orang-orang “dalam setiap detik.”
Tsechen Wongmu menceritakan sebuah kisah tentang seorang pria Korea yang menjadi seorang biarawan di usia 24 setelah menerima gelar PhD di Princeton University. Ia lebih memilih untuk menjadi “bhiksu masyarakat” daripada menjadi seorang biarawan yang tinggal di gunung dan berbicara “omong kosong”. Tsechen Wongmu mengatakan menjadi ”biarawati masyarakat” adalah juga tujuannya.
Tsechen Wongmu juga berharap untuk menyebarkan aliran Tanah Murni Buddha, terutama ke daerah-daerah pedesaan. “Penduduk desa, terutama desa pedalaman, sebagian besar baik dan jujur, tapi tidak banyak dari mereka bisa mendapatkan ajaran pencerahan dari Buddhisme.”
Ketika ia ditanya mengenai konsep budi bakti pada orangtua, ia pun menjelaskan bahwa Buddhisme memiliki pengertian yang sangat dalam dan luas. Budi bakti tidak hanya dipraktikkan terhadap orangtua sendiri, tapi juga untuk semua orang tua.
Caizhen Wangmu adalah seorang yang beruntung, karena orangtuanya mengunjunginya secara rutin dan sangat mendukung keputusannya untuk menjalani hidup sebagai seorang bhiksuni. (womanofchina.cn)
Sumber: BuddhaZine
0 komentar:
Posting Komentar