A.14 Bhikkhu Revata Khadiravaniya

Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)


 

Bhikkhu Revata Khadiravaniya
Unggul dalam Tinggal di Hutan


Aku adalah anak bungsu, dari seorang ibu, bernama Sari. Kakakku adalah Upatissa yang kemudian dikenal dengan nama Bhikkhu Sāriputta. Kakak-kakakku yang lain adalah Cunda, Upasena, Cālā, Upacālā, Sisūpacālā. Mereka semua telah menjadi bhikkhu dan bhikkhuni.

Karenanya, ketika aku kecil, orangtua kami buru-buru menikahkanku untuk menjaga silsilah keluarga. Pada pesta pernikahan, mertuaku memberkahi dengan berkata, ”Semoga kalian panjang umur seperti nenek.” Ketika aku melihat nenek dari istriku, aku sangat terkejut. Aku takut istriku akan menjadi tua seperti itu. Ketakutan, aku langsung melarikan diri seusai pesta.

Di perjalanan, aku bertemu sekelompok bhikkhu. Bhikkhu-bhikkhu itu pernah diberi pesan oleh Bhikkhu Sāriputta, ”Jika bertemu adikku, Revata, tahbis dia menjadi sāmanera.” Demikianlah aku ditahbiskan. Aku lalu belajar Dhamma dan meditasi.

Suatu ketika, aku merasa ingin menengok kakakku, Bhikkhu Sāriputta. Aku berjalan memasuki Khadiravana, hutan sengon.

Selama tiga musim hujan, aku berdiam sendiri di sana, berlatih meditasi di belantara sunyi, hanya memakan buah yang jatuh. Pada akhir musim hujan, aku akhirnya menembusi semadi mendalam dan menembusi kesucian tertinggi, Arahatta, pada usia tujuh tahun.

Mengetahui kecerahanku, bersama Bhikkhu Sāriputta dan bhikkhu lainnya, Bhagavā datang menemuiku. Mengetahui kedatangan Buddha, aku mengerahkan kesaktian membuat wihara yang megah. Aku juga memberikan pelayanan terbaik kepada Bhagavā dan para bhikkhu selama mereka di hutan sengon. Semenjak itu, aku dikenal dengan nama “Revata Khadiravaniya”, yang artinya “Revata dari hutan sengon”.

Belasan tahun kemudian, aku ditahbis menjadi bhikkhu. Sebagian besar hidupku, aku lewatkan di tengah kesunyian, jauh dari keramaian. Suatu malam, ketika membabarkan syair tentang kebahagiaan hidup di hutan, Bhagavā teringat akan diriku, dan menggelariku sebagai Revata, “Bhikkhu Yang Unggul Dalam Tinggal di Hutan”.

Salam Dharma.

 

Sumber; Ehipassiko Foundation

Category:

0 komentar: