A.16 Bhikkhu Soṇa Koḷivisa

 Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)


Bhikkhu Soṇa Koḷivisa
Unggul dalam Pengerahan Daya


Aku hidup di Campā. Konon, sejak dikandung, aku kerap mendatangkan kekayaan. Saat lahir, warna kulitku cerah bagai emas. Kaki dan tanganku lembut bagai kembang sepatu, dengan bulu halus di atasnya yang menyerupai untaian giwang. Aku tumbuh besar dalam kemewahan wismaku.

Kabar tentang kaki lembutku begitu tersohor, hingga Raja Bimbisāra pun penasaran dan mengundangku ke Rājagaha. Bersama ribuan pengikutku, aku berangkat ke Rājagaha. Ternyata, ketika itu Bhagavā juga sedang berada di Rājagaha. Aku pun pergi menemui Bhagavā di Hutan Veḷu. Di Hutan Veḷu, kami menjadi takjub melihat kesaktian Bhikkhu Sāgata. Setelah mendengarkan Dhamma dari Bhagavā, muncul niatku untuk menjadi bhikkhu.

Dengan restu orangtuaku, aku pergi sendiri menemui Bhagavā, memohon dijadikan bhikkhu. Bhagavā lalu menahbis dan membimbingku bermeditasi. Setelahnya, aku masuk ke Hutan Sīta berlatih meditasi.

Namun, di sana, orang-orang berdatangan ingin melihat kaki lembutku. Aku jadi tak bisa berlatih. Aku lalu berlatih meditasi jalan hingga kakiku berdarah dan bengkak. Lintasan meditasi pun berceceran darah. Tapi makin kuat usahaku, batinku makin resah dan putus asa.

Bhagavā lalu datang dan menasihatiku, “Jika dawai diikat terlalu kencang, senar tak bisa dimainkan. Jika terlalu longgar, suaranya tak berbunyi. Jika terlalu gigih, menghasilkan keresahan. Jika terlalu longgar, mendatangkan kemalasan. Engkau harus mengatur upayamu supaya pas.” Bhagavā tahu aku mahir bermain kecapi, sehingga menasihatiku dengan perumpamaan ini.

Aku pun menjalani upaya yang piawai hingga menembusi kesucian Arahatta. Bhagavā juga mengizinkanku untuk memakai alas kaki sederhana, melindungi kakiku yang lembut. Karena kasih sayang terhadap bhikkhu lain, aku pun memohon agar hal ini diberlakukan bagi semua bhikkhu. Bhagavā pun setuju.

Salam Dharma.


Sumber: Ehipassiko Foundation

Category:

0 komentar: