Bhikkhu Mahākassapa
Unggul dalam Laku Tapa Ketat
Namaku
Pipphali, putra seorang hartawan. Sejak muda, aku ingin menjadi petapa.
Tetapi keluargaku memaksaku menikah. Aku berusaha menghindar. Aku
membuat sebuah patung perempuan dan menyatakan bahwa aku hanya ingin
menikah dengan perempuan yang serupa patung itu. Ternyata keluargaku
berhasil menemukan gadis yang mirip dengan patung itu, namanya Bhaddā
Kāpilānī dari Kota Sāgala, Negeri Magadha.
Kami pun menikah.
Ternyata Bhaddā Kāpilānī juga ingin menjadi petapa. Kami sepakat
bersikap seperti kakak adik saja. Suatu ketika, aku melihat
burung-burung sedang memakan cacing dan serangga di sawah. Aku merasa
bersalah dan memutuskan menjadi petapa saja. Ternyata Bhaddā juga
mengalami hal yang sama. Kami akhirnya setuju menjadi petapa bersama.
Namun, di perjalanan, kami berpisah. Saat itu bumi bergoncang.
Ketika
bumi bergoncang, Bhagavā tahu, seorang siswa istimewa telah datang.
Bhagavā lalu pergi untuk menyambutku di bawah sebatang pohon banyan.
Ketika melihat Bhagavā, aku segera tahu, ”Ini pasti guruku. Demi Ia, aku
meninggalkan keduniawian.” Segera, aku menyatakan berlindung
kepada-Nya. Bhagavā memberiku nama “Mahākassapa” dan mengajariku Dhamma.
Kami
berjalan menuju Rajagaha. Di perjalanan, ketika beristirahat, aku
melepas jubah luarku, menggelarnya sebagai alas duduk Bhagavā. Ketika
Bhagavā memuji jubahku yang halus, dengan penuh bakti, aku persembahkan
jubah itu kepada Bhagavā. Sebagai gantinya, Bhagavā memberikan jubah-Nya
kepadaku. Bhagavā tahu, kelak, aku akan berperan penting untuk
melestarikan Dhamma, setelah ia parinibbāna.
Dengan penuh semangat, aku melakukan tapa keras hingga berhasil menembusi kesucian Arahatta pada hari kedelapan.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar