Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)
Bhikkhu Bhaddiya Kāḷigodhāyaputta
Unggul dalam Martabat Keluarga
Suatu
ketika, sepupuku, Anuruddha menceritakan bahwa ibunya akan merestuinya
menjadi bhikkhu, jika aku juga pergi bersamanya. Aku pun menjawab, “Jika
kepergianmu, kawan, tergantung pada kepergianku, biarkanlah menjadi
saling bergantung. Aku, bersamamu … pergi sesuai keinginanmu.”
Ketika
itu, sebenarnya aku telah ditunjuk untuk menjadi raja, menggantikan
Raja Suddhodana, tetapi akhirnya aku menolak kesempatan itu dan pergi
menjadi bhikkhu.
Tak sampai setahun menjadi bhikkhu, aku
menembusi kesucian Arahatta. Setelah itu, aku sering berseru, ”Ah,
bahagianya! Ah, bahagianya!” Mendengar seruan ini, para bhikkhu mengira
aku sedang mengingat kebahagiaan menjadi pangeran. Mereka lalu
melaporkan hal ini kepada Bhagavā.
Bhagavā lalu memanggilku. Aku
pun menjelaskan, “Dahulu, ketika menjadi pangeran, meski dilindungi
istana mewah dan prajurit, aku hidup dalam ketakutan. Namun kini, meski
hidup di alam liar, di tempat sunyi, aku hidup tanpa rasa takut. Karena
itulah aku sering menyerukan, ‘Ah, bahagianya! Ah, bahagianya!’”
Selama
banyak kehidupan aku terlahir dalam keluarga kerajaan. Tekad kuat untuk
lahir dalam keluarga kerajaan terbentuk karena perbuatan baikku pada
masa Buddha Padumuttara yang kulakukan sampai akhir hayatku. Karena itu,
Bhagavā menganugerahiku gelar “Bhikkhu Yang Unggul Dalam Tinggi Status
Keluarga”.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar