A.12 Bhikkhu Mahāpanthaka

 Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)


Bhikkhu Mahāpanthaka
Unggul dalam Kepiawaian Menghentikan Pencerapan


Seorang putri pedagang kaya melarikan diri dari rumah, demi menikah dengan budak ayahnya. Ketika mengandung, ia berniat kembali ke Rājagaha untuk melahirkan di rumah orangtuanya. Namun di tengah perjalanan, bayinya lahir. Bayi itu diberi nama Panthaka, yang berarti “pengelana”. Anak keduanya juga terlahir dengan cara yang sama dan diberi nama Panthaka juga. Anak pertama lalu dipanggil Mahāpanthaka (Panthaka Besar), dan anak kedua dipanggil Cūḷapanthaka (Panthaka Kecil). Aku adalah Mahāpanthaka, Cūḷapanthaka adalah adikku.

Saat kami tumbuh besar, aku sering menemani kakek ke wihara, mendengar Bhagavā mengajar. Aku pun jatuh hati pada Dhamma dan memutuskan menjadi bhikkhu. Aku berlatih gigih hingga menembusi kesucian Arahatta.

Aku sangat mengasihi adikku. Aku ingin ia menembusi kecerahan juga. Aku lalu menahbisnya menjadi bhikkhu. Tapi, setelah empat bulan, tak satu syair pun yang bisa ia pahami. Putus asa, aku menyuruhnya meninggalkan Saṅgha. Sebelum ia pergi, Buddha menemuinya dan menasihatinya. Setelah mengikuti bimbingan Buddha, ia tercerahkan.

Suatu ketika para bhikkhu menemui Bhagavā, mereka merasa aku berniat jahat mengusir Cūḷapanthaka. Bhagavā pun menjelaskan, “Para Arahanta tidak memiliki nafsu atau niat jahat. Putra-Ku Mahāpanthaka bertindak seperti itu demi kebaikan adiknya, bukan karena niat buruk.”

Aku piawai dalam Dhamma dan unggul dalam meditasi Jhāna tanpa-rupa, karenanya Bhagavā memberiku gelar sebagai “Bhikkhu Yang Unggul Dalam Pengembangan Pencerapan”.

Salam Dharma.

 

Sumber: Ehipassiko Foundation

Category:

0 komentar: