Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)
Bhikkhu Mahāpanthaka
Unggul dalam Kepiawaian Menghentikan Pencerapan
Seorang
putri pedagang kaya melarikan diri dari rumah, demi menikah dengan
budak ayahnya. Ketika mengandung, ia berniat kembali ke Rājagaha untuk
melahirkan di rumah orangtuanya. Namun di tengah perjalanan, bayinya
lahir. Bayi itu diberi nama Panthaka, yang berarti “pengelana”. Anak
keduanya juga terlahir dengan cara yang sama dan diberi nama Panthaka
juga. Anak pertama lalu dipanggil Mahāpanthaka (Panthaka Besar), dan
anak kedua dipanggil Cūḷapanthaka (Panthaka Kecil). Aku adalah
Mahāpanthaka, Cūḷapanthaka adalah adikku.
Saat kami tumbuh besar,
aku sering menemani kakek ke wihara, mendengar Bhagavā mengajar. Aku
pun jatuh hati pada Dhamma dan memutuskan menjadi bhikkhu. Aku berlatih
gigih hingga menembusi kesucian Arahatta.
Aku sangat mengasihi
adikku. Aku ingin ia menembusi kecerahan juga. Aku lalu menahbisnya
menjadi bhikkhu. Tapi, setelah empat bulan, tak satu syair pun yang bisa
ia pahami. Putus asa, aku menyuruhnya meninggalkan Saṅgha. Sebelum ia
pergi, Buddha menemuinya dan menasihatinya. Setelah mengikuti bimbingan
Buddha, ia tercerahkan.
Suatu ketika para bhikkhu menemui
Bhagavā, mereka merasa aku berniat jahat mengusir Cūḷapanthaka. Bhagavā
pun menjelaskan, “Para Arahanta tidak memiliki nafsu atau niat jahat.
Putra-Ku Mahāpanthaka bertindak seperti itu demi kebaikan adiknya, bukan
karena niat buruk.”
Aku piawai dalam Dhamma dan unggul dalam
meditasi Jhāna tanpa-rupa, karenanya Bhagavā memberiku gelar sebagai
“Bhikkhu Yang Unggul Dalam Pengembangan Pencerapan”.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar