Bhikkhu Vakkalī
Unggul dalam Tekad Keyakinan
Sebelum
menjadi bhikkhu, aku menguasai tiga kitab brahmana. Suatu ketika, aku
melihat Bhagavā di Sāvatthī. Terpesona, aku mengikuti-Nya sampai ke
wihara, duduk di barisan depan, mendengarkan Dhamma. Keyakinanku pada
Bhagavā menjadi sangat kuat, sehingga ke mana pun Ia pergi, aku
mengikuti-Nya. Agar lebih sering melihat Bhagavā, aku pun menjadi
bhikkhu.
Aku selalu berada di dekat Bhagavā, memandangi-Nya
setiap waktu, kecuali saat makan, mandi, dan tidur. Suatu ketika,
Bhagavā berkata kepadaku, “Vakkalī, apa gunanya memandang tubuh-Ku?
Hanya ia yang melihat Dhamma sesungguhnya, yang melihat Aku.” Namun aku
benar-benar juga tak ingin jauh dari Bhagavā.
Demi kebaikanku,
Bhagavā memintaku pergi meninggalkan-Nya. Aku sangat sedih, tapi tak
kuasa menolak. Akhirnya aku pergi ke Bukit Gijjhakūṭa, bermeditasi
sangat keras di tepi jurang. Namun, karena terlalu emosional, Kecerahan
tak kunjung menghampiri.
Akibat latihan keras dan kurang makan,
aku menderita sakit pencernaan parah. Bhagavā melihat deritaku, juga
melihat sudah waktunya aku mengalami Kecerahan.
Bhagavā lalu
mendatangiku, berbicara kepadaku dari kaki tebing. Gembira melihat
kedatangan-Nya, aku langsung melompat ke kaki tebing untuk menemui
Bhagavā. Tebing itu cukup tinggi, tapi berkat keyakinanku, aku mendarat
tanpa terluka. Seketika itu juga penderitaanku lenyap, berganti sukacita
tiada tara.
Bhagavā menanyaiku, “Kamu makan begitu sedikit dan
sakit, bagaimana kamu bisa bertahan?” Aku mengatakan bahwa aku memenuhi
sekujur tubuh dengan sukacita sehingga rasa sakit ini tertahankan. Aku
berjuang gigih siang dan malam, tak lalai mengembangkan penyadaran dan
merenungi sifat luhur Buddha.
Bhagavā pun berkata, “Karena
bergembira dan penuh keyakinan dalam Dhamma, ia akan menembusi Nibbāna.”
Mendengar ini, aku menembusi Arahatta.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar