A.21 Bhikkhu Raṭṭhapāla

 Siswa Agung (Mahā-Sāvaka)

 

Bhikkhu Raṭṭhapāla
Unggul dalam Ditahbis Karena Keyakinan


Aku terlahir di Negeri Kuru, di dalam keluarga menteri. Aku hidup makmur dan menikahi perempuan yang sesuai. Setelah mendengar ceramah Bhagavā, aku meminta ditahbis menjadi bhikkhu. Bhagavā menjelaskan bahwa seseorang akan ditahbis setelah mendapatkan izin orangtuanya.

Orangtuaku tidak mengizinkan aku menjadi bhikkhu. Berkali-kali aku memohon, tapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, selama tujuh hari aku berbaring di lantai dan mogok makan. Orangtuaku membujuk makan, aku hanya diam. Mereka lalu memanggil teman-teman datang membujuk-ku. Namun, aku tetap diam. Atas saran para sahabatku, orangtuaku akhirnya mengizinkan aku menjadi bhikkhu dengan syarat aku harus mengunjungi mereka.

Setelah menjalani kehidupan bhikkhu yang keras di dalam hutan selama dua belas tahun dan tidak pernah tidur di pembaringan, aku menembusi kesucian Arahatta.

Suatu hari, atas izin Bhagavā, aku mengunjungi orangtuaku. Setibanya di sana, ayah dan ibu tak lagi mengenaliku, mereka bahkan mencaciku. Ketika pelayan di rumah hendak memberiku nasi basi, ia mengenali suaraku. Orangtuaku lalu mengundangku masuk. Namun, karena hari itu aku telah menerima derma makanan dari pelayanku, aku menolak dan berjanji untuk datang esok harinya.

Keesokannya, setelah aku tiba, orangtuaku langsung memperlihatkan semua emas, perak, dan segala harta kemilau mereka yang bertumpuk-tumpuk, sambil berkata, “Semua ini adalah warisan untukmu. Tinggalkan kehidupan bhikkhu, nikmatilah kekayaan ini!” Aku menolak.

Mantan istri aku pun ikut merayu agar aku kembali. Tapi aku menolaknya secara halus dengan panggilan “saudari”. Mendengar aku memanggilnya “saudari”, orangtua dan mantan istriku jatuh pingsan.

Setelah itu, ayah langsung mengunci rumah dengan gembok dan mengganti paksa jubah coklatku dengan jubah putih. Melihat kelakuan ayah, setelah menerima derma makanan, aku membabarkan Dhamma. Setelah memahami Dhamma, ayah pun melepasku kembali menjalani kehidupan suci.

Salam Dharma.

 

Sumber: Ehipassiko Foundation

Category:

0 komentar: