Bhikkhu Ānanda
Unggul Dalam: Banyak Belajar, Daya Ingat, Perilaku Baik, Tekad, dan Merawat
Aku
lahir pada hari yang sama dengan Siddhattha. Aku merupakan putra Raja
Amitodana, saudara Raja Suddhodana, ayah Siddhattha. Setelah Siddhattha
menjadi Buddha, aku ikut menjadi bhikkhu bersama lima pangeran lain dan
tukang cukur istana, Upāli. Setelah mendengar ceramah dari Bhikkhu Puṇṇa
Mantāṇiputta, aku menembusi kesucian pertama.
Setelah 20 tahun
masa cerah Bhagavā, Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, “Aku sudah tua.
Adakah yang bisa menjadi pendamping-Ku secara tetap?” Aku pun bersedia
menjadi pendamping Bhagavā. Selama 25 tahun, seperti bayang-bayang, aku
selalu menyertai Bhagavā, menyiapkan dan membawa segala kebutuhan: air
minum, mangkuk, bahkan tusuk gigi. Aku membasuh kaki Bhagavā dan
membersihkan kamar Bhagavā. Malam hari, dengan tongkat dan obor, aku
mengitari kamar Bhagavā sebanyak sembilan kali, menjaga agar istirahat
Bhagavā tidak terganggu, dan agar selalu siap saat Bhagavā memerlukan
aku.
Aku tidak cuma melayani Bhagavā. Aku juga melayani para
bhikkhu dan perumah-tangga. Aku bepergian menyampaikan pesan dari
Bhagavā kepada para bhikkhu, mengatur dan menasihati para perumah-tangga
yang ingin bederma makanan. Kadang aku menata pertemuan umat dan
meminta Bhagavā mengajari mereka. Aku juga selalu menjaga agar Bhagavā
tidak kelelahan.
Aku juga sering mengunjungi orang yang sakit
atau sedih, merawat dan menemani mereka. Hampir semua orang merasa
nyaman dan hangat di dekatku. Aku juga mampu mengingat seluruh ceramah
Bhagavā. Pada bhikkhu dan perumah-tangga sering mendatangiku untuk
mendengar ulang penjelasan Dhamma. Kadang, di tengah ceramah, Bhagavā
memintaku melanjutkan ceramah. Bhagavā tahu aku mampu mengingat dan
mengulangi seluruh sabda Bhagavā dengan tepat. Aku juga mampu
menjelaskan Dhamma dengan jelas dan terperinci.
Setelah Bhagavā
mangkat, aku terus berlatih. Tiga bulan kemudian, aku menembusi kesucian
Arahatta. Pada Persamuhan Agung, aku mengulang seluruh pembabaran
Bhagavā, yang nantinya menjadi bagian dari Tipiṭaka.
Kendati Bhagavā sudah mangkat, aku tetap melayani Dhamma. Saat usia aku 120 tahun, aku mencapai Parinibbāna.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar