A.30 Bhikkhu Ānanda

 

 

Bhikkhu Ānanda
Unggul Dalam: Banyak Belajar, Daya Ingat, Perilaku Baik, Tekad, dan Merawat


Aku lahir pada hari yang sama dengan Siddhattha. Aku merupakan putra Raja Amitodana, saudara Raja Suddhodana, ayah Siddhattha. Setelah Siddhattha menjadi Buddha, aku ikut menjadi bhikkhu bersama lima pangeran lain dan tukang cukur istana, Upāli. Setelah mendengar ceramah dari Bhikkhu Puṇṇa Mantāṇiputta, aku menembusi kesucian pertama.

Setelah 20 tahun masa cerah Bhagavā, Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, “Aku sudah tua. Adakah yang bisa menjadi pendamping-Ku secara tetap?” Aku pun bersedia menjadi pendamping Bhagavā. Selama 25 tahun, seperti bayang-bayang, aku selalu menyertai Bhagavā, menyiapkan dan membawa segala kebutuhan: air minum, mangkuk, bahkan tusuk gigi. Aku membasuh kaki Bhagavā dan membersihkan kamar Bhagavā. Malam hari, dengan tongkat dan obor, aku mengitari kamar Bhagavā sebanyak sembilan kali, menjaga agar istirahat Bhagavā tidak terganggu, dan agar selalu siap saat Bhagavā memerlukan aku.

Aku tidak cuma melayani Bhagavā. Aku juga melayani para bhikkhu dan perumah-tangga. Aku bepergian menyampaikan pesan dari Bhagavā kepada para bhikkhu, mengatur dan menasihati para perumah-tangga yang ingin bederma makanan. Kadang aku menata pertemuan umat dan meminta Bhagavā mengajari mereka. Aku juga selalu menjaga agar Bhagavā tidak kelelahan.

Aku juga sering mengunjungi orang yang sakit atau sedih, merawat dan menemani mereka. Hampir semua orang merasa nyaman dan hangat di dekatku. Aku juga mampu mengingat seluruh ceramah Bhagavā. Pada bhikkhu dan perumah-tangga sering mendatangiku untuk mendengar ulang penjelasan Dhamma. Kadang, di tengah ceramah, Bhagavā memintaku melanjutkan ceramah. Bhagavā tahu aku mampu mengingat dan mengulangi seluruh sabda Bhagavā dengan tepat. Aku juga mampu menjelaskan Dhamma dengan jelas dan terperinci.

Setelah Bhagavā mangkat, aku terus berlatih. Tiga bulan kemudian, aku menembusi kesucian Arahatta. Pada Persamuhan Agung, aku mengulang seluruh pembabaran Bhagavā, yang nantinya menjadi bagian dari Tipiṭaka.

Kendati Bhagavā sudah mangkat, aku tetap melayani Dhamma. Saat usia aku 120 tahun, aku mencapai Parinibbāna.

Salam Dharma.

 

Sumber: Ehipassiko Foundation

 

Category:

0 komentar: