Upāsikā Sujātā Seniyadhītā
Unggul dalam Pertama Pergi Berlindung
Aku adalah putri Senānī, pemilik tanah di Desa Senānī di Uruvelā. Aku pernah berdoa kepada dewa pohon agar bisa menikah dengan laki-laki yang sesuai dan memiliki seorang putra.
Harapanku terpenuhi. Tahun berlalu. Aku berniat menyampaikan terima kasih kepada dewa pohon. Aku mengutus pelayanku, Puṇṇā, untuk menyiapkan tempat persembahan. Puṇṇā melihat Bodhisatta Gotama di bawah pohon dan berpikir bahwa ia adalah dewa pohon. Puṇṇā bergegas menyampaikan hal ini kepadaku. Dengan sangat gembira dan cermat, aku menyiapkan puding nasi-susu (khīrapāyāsa), lalu memasukkannya di mangkuk emas. Aku pergi ke hutan dan mempersembahkannya kepada Bodhisatta, lalu pulang dengan bahagia.
Bodhisatta membawa makanan itu ke tepi Sungai Suppatitthita, lalu mandi dan makan. Ini adalah makanan terakhir-Nya sebelum Kecerahan. Bodhisatta meletakkan mangkuk emas itu di permukaan sungai dan berkata, “Jika aku akan menjadi Bhagavā pada hari ini, biarlah mangkuk ini mengalir melawan arus! Jika tidak, biarlah mangkuk ini mengalir searah arus!” Mangkuk itu lalu mengalir melawan arus dan masuk ke pusaran air, bersatu dengan tiga mangkuk lain yang digunakan tiga Bhagavā terdahulu. Siang itu, pada bulan Vesākha, Bodhisatta masuk ke Hutan Gayā meneruskan perjuangan menjadi Sammāsambuddha.
Suatu ketika, bersama suami dan menantuku, aku pergi ke Taman Rusa Isipatana, menemui Bhagavā dan menyatakan pergi berlindung kepada Buddha, Dhamma, Saṅgha.
Salam Dharma.
Sumber: Ehipassiko Foundation
0 komentar:
Posting Komentar