D.09 Upāsikā Nakulamātā

 


Upāsikā Nakulamātā
Unggul dalam Keakraban


Saat Bhagavā mengunjungi Bhesakalāvana, aku dan suamiku datang, bersimpuh di kaki Bhagavā, dan memanggil-Nya sebagai “anak”. Aku dan suamiku, Nakulapitā telah menjadi orangtua Bhagavā pada banyak kelahiran lampau. Saat Bhagavā membabarkan Dhamma kepada kami, kami mencapai kesucian pertama.

Suatu ketika, suamiku menemui Bhagavā dan menceritakan bahwa ia baru saja mengalami sakit parah. Ia sangat gelisah dan cemas. Saat itu, aku melantunkan syair indah yang membuatnya tenang:

“Jangan cemas saat engkau mati. Kematian itu menyakitkan bagi ia yang cemas. Bhagavā telah mengingatkan untuk tidak cemas pada saat kematian.”
“Jangan cemas, aku piawai memintal benang dan merajut karpet wol, aku mampu mengurus anak dan rumah-tangga, setelah engkau tiada.”
“Jangan cemas, aku telah membuktikan kesetiaanku selama enam belas tahun, aku tidak akan mencari suami lain, setelah engkau tiada.”
“Jangan cemas, aku akan makin memiliki kemauan besar untuk mengunjungi Bhagavā dan para bhikkhu, setelah engkau tiada.”
“Jangan cemas, aku akan tetap bertindak sepenuhnya sesuai sila, setelah engkau tiada.”
“Jangan cemas, aku akan tetap menjaga kesadaran dan keheningan, setelah engkau tiada.”
“Jangan cemas, aku akan tetap memiliki pijakan kokoh dalam Dhamma dan Vinaya ini, meraih keteduhan, mengatasi keraguan, meraih ketakgentaran, dan mencapai keterbebasan sesuai Dhamma, setelah engkau tiada.”

Berkat syair ini suamiku sembuh. Bhagavā berkata kepada suamiku, bahwa ia sangat beruntung memiliki aku yang bisa menjadi penasihat dan pembimbing. Nakulapitā dan aku telah menjadi sepasang suami-istri yang rukun dalam banyak kelahiran.

Ketika kami tua, Bhagavā mengunjungi desa kami lagi. Kami bergantian menuturkan bahwa sejak menikah, kami tidak pernah secara sadar mengkhianati pasangan. Kami lalu bertanya bagaimana agar bisa senantiasa bertemu satu sama lain. Bhagavā menasihatkan:

Bila suami dan istri berharap bertemu satu sama lain
pada kehidupan kini dan kehidupan mendatang,
keduanya harus sepadan keyakinan, sepadan sila,
sepadan kedermawanan, sepadan kebijaksanaan.
~Aṅguttara Nikāya 4.55

Salam Dharma.

 

Sumber: Ehipassiko Foundation

Category:

0 komentar: